PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK

PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK 
Hurlock, 1978 (Semiawan, 1998: 96) menegaskan bahwa hasil sejumlah studi kreativitas menunjukkan bahwa perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan. Ada sejumlah variasi di dalam pola ini ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap variasi-variasi tersebut. Diantaranya : jenis kelamin, status sosio-ekonomik, posisi urutan kelahiran, ukuran besar anggota keluarga, lingkungan kota versus desa dan intelegensi. 

A. Pola perkembangan kreativitas anak
Pertama, anak-anak lelaki menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak perempuan, terutama dimasa-masa perkembangan. Di sebagian masyarakat, anak laki-laki mendapat perlakuan yang berbeda dari anak perempuan. Anak laki-laki mendapat kesempatan yang lebih banyak daripada anak perempuan untuk hidup mandiri, lebih mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk berinisiatif dan menampilkan keasliannya. 

Kedua, anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan perlakuan orangtua yang lebih demokratis, sementara kelompok keduanya lebih banyak mendapat perlakuan otoriter. Kontrol orang tua yang demokrastis dapat memelihara kemampuan kreatif dengan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan individualitasnya dan mengejar minat dan aktivitas menurut pilihannya sendiri. Yang lebih penting lagi anak-anak yang berlatar belakang ekonomi lebih tinggi mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengakses pengetahuan dan pengalaman yang diperlukannya untuk pengembangan kreativitasnya, misalnya ke tempat-tempat rekreasi, tempat-tempat penting, dan pusat-pusat informasi yang dapat mendorong anak untuk berimajinasi serta berfikir dan bertindak secara kreatif. 

Ketiga, bahwa anak posisi kelahiran berbeda menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa lingkungan memiliki kedudukan yang lebih penting daripada keturunan. Anak tengah dan anak bungsu memungkinkan lebih kreatif daripada anak sulung. Anak sulung cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk memenuhi harapan orangtua daripada anak berikutnya, sehingga mereka lebih dikehendaki sebagai konformis daripada pencetus ide. 

Keempat, anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar menuntut sikap yang lebih otoriter guna dapat mengendalikan anak yang banyak itu. Perlakuan yang otoriter cenderung menghambat perkembangan kreativitas. Sebaliknya anak dari keluarga kecil cenderung mendapatkan lebih banyak perlakuan yang demokratis. Sikap tersebut memungkinkan dapat mendukung terciptanya suasana dan sikap yang baik untuk pengembangan kreativitas. 

Kelima, anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang lebih memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitasnya. Di kota-kota banyak tempat-tempat, obyek-obyek, benda-benda, dan tantangan-tantangan yang mengundang untuk mengembangkan kemampuan kreatif. Stimulan-stimulan ini mendorong, mendukung peningkatan kreativitas anak-anak kota, yang pada kenyataannya mereka akhirnya memiliki kreativitas yang lebih tinggi daripada anak desa. 

Keenam, untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas menunjukkan kemampuan kreatif yang lebih daripada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki ide-ide yang lebih baru dalam mengatasi situasi konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak alternatif pemecahan terhadap konflik-konflik itu. Oleh karenanya, cukup beralasan bahwa anak-anak yang cerdas pada akhirnya lebih pantas dipilih sebagai pemimpin daripada anak-anak yang seusianya.

Selain dari beberapa faktor yang konstributif bagi variabilitas, kreativitas itu dapat nampak pada usia dini ketika anak itu sibuk dalam kegiatan permainan. Secara berangsur-angsur kreativitas anak dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam kegiatan di sekolah , kegiatan rekreasi dan aktivitas kerjanya.

Karya-karya kreatif yang produktif umumnya mencapai puncak pada usia 30 (tigapuluh) sampai 40 (empatpuluh), dan setelah itu cenderung mengalami stagman dan bahkan secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Lehman (Semiawan, 1998: 99) menegaskan bahwa: Pencapaian prestasi kreativitas yang dicapai pada usia lebih awal sangat besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sebaliknya tidak ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa penurunan kreativitas itu akibat dari keterbatas keturunan.

Bertitik tolak dari apa yang telah disebutkan di atas, kiranya faktor eksternal memiliki sumbangan yang cukup berarti bagi peningkatan dan penurunan kreativitas individu. Spock (Semiawan, 1998: 99) menekankan betapa pentingnya sikap orangtua pada usia dini bagi pengembangan kreativitas anak. Demikian juga halnya sikap guru baik di Taman Kanak-Kanak dan di Sekolah Dasar (SD) mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan penurunan potensi kreativitas anak didik.

B. usia kritis perkembangan kreativitas pada usia anak-anak.  
Arastch (Semiawan, 1998: 99) mencoba untuk mengidentifikasi sejumlah usia kritis perkembangan kreativitas pada usia anak-anak.  

Pertama, pada usia 5-6 tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, maka mereka belajar harus menerima otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa (orangtua dan guru). Semakin kaku dalam menerapkan otoritas, maka semakin besar kemungkinan dapat menggangu perkembangan kreativitas. Pada usia ini seyogyanya orangtua dan guru mampu memperlakukan peraturan yang ada dengan disertai berbagai penjelasan yang dapat memberikan pemahaman kepada anak, sehingga anak dalam mengikuti aturan tidak merasa tertekan. Demikian juga aturan yang ada hendaknya dirumuskan dan dipraktekkan secara fleksibel, tidak kaku. Tentunya penerapan aturannya masih tetap memegang prinsip, sehingga tujuan peraturan atau tata tertib dibuat dapat dicapai dengan baik. 

Kedua, usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya. Sebagian besar anak-anak pada usia ini merasa bahwa untuk dapat diterima di dalam gang, mereka harus konformis sedekat mungkin dengan pola-pola perilaku yang telah disepakati dengan gang-nya dan siapa saja yang berani menyimpang, mereka akan ditolak kehadirannya di dalam gang. Dalam suasana yang demikian anak usia ini dikondisikan untuk terbiasa berfikir dan bertindak secara konformis, mereka cenderung tidak berani mengambil resiko untuk berbeda pendapat. Sekiranya dikembangkan kegiatan-kegiatan di sekolah yang menuntut pikiran, sikap, dan tindakan yang divergen, maka mereka tidak selalu meresponnya dengan sikap positif, karena mereka belum dan tidak terbiasa mengambil resiko dalam menghadapi perbedaan. Ditambah lagi mereka sering dituntut dalam berbagai kegiatan di sekolah lebih banyak konformis daripada sikap divergen.

Konsep kreativitas sangat berhubungan dengan kemampuan berfikir anak dalam hal ini berfikir kreatif untuk memperoleh suatu kemajuan atau hasil dalam belajar. Tetapi bila didasarkan oleh konsep Guilford (Semiawan, 1998: 100) melalui struktur intelektualnya antara kreativitas (dalam hal ini berfikir kreatif) dan hasil belajar berada pada posisi yang berseberangan. Di satu pihak kreativitas ditopang oleh aspek berfikir divergen yang dicirikan dengan kemampuan memproduksi sejumlah besar kemungkinan pemecahan terhadap suatu masalah, di pihak lain hasil belajar dewasa ini cenderung dilandasi oleh aspek berfikir konvergen yang menuntut sikap konformis.

Berdasarkan hasil penelitian (survai) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang dinyatakan oleh Munandar (Semiawan, 1998: 101) mengemukakan bahwa pengajaran di SD dan SMA semata-mata menekankan pada penampilan rutin dan hafalan, yang kurang relevansinya dengan masyarakat. Anak kurang dilatih untuk memikirkan apa yang telah diperoleh. Anak-anak tidak didorong untuk mengajukan pertanyaan untuk menggunakan daya imajinasinya, untuk mengemukakan masalah-masalah sendiri, untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang non-rutin, atau tidak menunjukkan inisiatif.

Menyadari akan posisi strategis kreativitas dalam kehidupan anak, maka selanjutnya kiranya perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat memelihara dan mendukung pengembangan kreativitas. Treffinger, 1980 (Semiawan, 1998: 102) mengemukakan bahwa semua anak memiliki potensi kreativitas, walaupun kemampuan berbeda tingkatan kualitasnya. Seperti juga kemampuan potensial lainnya, kemampuan ini dapat berkembang secara optimal, apabila diberikan perlakuan yang sesuai.

C. faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas anak yaitu : 

Pertama, sikap sosial yang tidak menyenangkan, sehingga menghalangi perkembangan kreativitas harus dikurangi dan dihilangkan. Perlakuan-perlakuan yang perlu ditiadakan antaranya mendorong anak-anak untuk berbuat sama dengan anak yang lainnya yang sebaya secara berlebihan, memaksa anak untuk berbuat sama dengan anak yang lainnya yang sebaya secara berlebihan, memaksa anak mengikuti kemauan orangtua padahal anak tidak sepenuhnya sejalan dengan pikiran orangtua. 

Kedua, menciptakan kondisi-kondisi yang menyenangkan bagi pengembangan kreativitas anak sejak usia dini dalam kehidupannya, hingga mereka mencapai usia puncak perkembangan. Apabila anak-anak mendapatkan iklim lingkungan yang baik fisik maupun sosial yang menyenangkan, maka kreativitas anak dapat mencapai perkembangan yang menggembirakan. 

Ketiga, kendatipun anak berada jauh dari prestasi sebagaimana yang distandarkan orang dewasa, anak-anak harus tetap didorong untuk kreatif dan bebas dari kritik-kritik yang merugikan anak. 

Keempat, bahan-bahan dan materi yang diberikan kepadanya hendaknya mampu memberikan stimulasi anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi yang memungkinkan dapat mengembangkan kreativitasnya. 

Kelima, lingkungan keluarga dan sekolah seyogyanya mampu menstimulasi kreativitas anak dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan bahan-bahan yang tersedia yang pada akhirnya dapat mendorong kreativitas anak. 

Keenam, orangtua yang merasa tidak terlalu memiliki dan melindungi anak, cenderung dapat mendorong anaknya untuk lebih mandiri dan percaya diri. Dua kondisi yang berkualitas ini, membawa kontribusi yang sangat bermakna bagi kreativitas anak. 

Ketujuh, pengasuhan anak yang demokratik dan permisif di dalam keluarga dan sekolah dengan dihindarkannya pengasuhan yang otoriter cenderung dapat memelihara dan mengembangkan potensi kreatif anak. Akhirnya, kreativitas tidak akan pernah berkembang dalam suasana yang vakum. Artinya, bahwa semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak-anak, maka semakin banyak fundasi yang dimiliki anak untuk membangun kreativitasnya. Dengan kata lain anak baru dapat berfantasi secara produktif, manakala anak menguasai substansinya terlebih dahulu. 
PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK

0 Response to "PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close