Tujuan pendidikan

TUJUAN PENDIDIKAN

A.   Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses yang didalamnya terdapat tujuan. Misalnya saja orang tua menyekolahkan anaknya, melarang anaknya untuk berbohong tentu semua itu mempunyai tujuan dan maksud yang baik untuk anak itu sendiri, tapi terkadang kita tidak menyadari bahwa dari proses itu kita sedang menjalankan tujuan pendidikan.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pedagogik adalah ilmu mendidik sehingga terdapat pengertian pendidikan, pengertian itu juga bisa dibedakan antara pendidikan dalam arti sempit dan pendidikan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, artinya bahwa pendidikan ini mengajarkan kita dari hal yang belum tahu menjadi tahu. Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah kemampuan manusia mensejahterakan hidupnya sepanjang hayat. Henderson (Saduloh, 2010;4) artinya bahwa pendidikan itu merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara terus menerus yang terjalin dari hubungan sosialisasi seseorang dengan lingkungannya dari sejak lahir sampai akhir hayatnya.
Dari pemaparan diatas tentu kita bisa mengetahui tujuan dari pendidikan itu adalah kedewasaan. Kedewasaan ini telah tercapai apabila seseorang telah mampu berbuat sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga pendidikan itu sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan kita baik dalam hubungan bertbangsa dan bernegara.
1.   Perlunya Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa akan ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan dari suatu bangsa tersebut.
Tujuan pendidikan harus mengandung tiga nilai, pertama autonomy yaitu memberi kesadaran, pengetahuan dan kemampuan mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Berdasarkan ketiga nilai tersebut di atas pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang lebih baik, manusia-manusia yang berkebudayaan. Manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Nilai-nilai di atas menggambarkan pendidikan dalam suatu konteks yang sangat luas, menyangkut kehidupan seluruh umat manusia, di mana digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik.
2.   Jenis-jenis Tujuan Pendidikan
Berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:
a.    Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.
b.    Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:
a.       Jenis-jenis kelamin anak didik
b.      Pembawaan anak didik
c.       Usia/taraf perkembangan anak didik
d.      Tugas lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat, mesjid dan sebagainya.
e.       Falsafah negara
f.        Kesanggupan pendidik.
c.     Tujuan Insidental/sesewaktu
Tujuan insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu peristiwa khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental dengan tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut terarah kepada pencapaian tujuan umum. Contoh ibu melarang anaknya bermain di pintu terbuka, karena dapat menyebabkan kecelakaan terjepit pintu misalnya, atau karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa saja anak masuk angin, atau mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu.
d.    Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.
e.    Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral, sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.
f.      Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.
Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara harmonis.

B. Batas-batas Pendidikan
Pendidikan sebagai sesuatu yang sangat diperlukan dalam kehidupan tentu tidak akan berjalan tanpa adanya batas-batas dalam pendidikan itu sendiri. Adanya batasan ini tentunya sangat penting dalam suatu pendidikan karena tanpa adanya batasan pendidikan kita tidak akan tahu sejauh mana kita bisa mendidik anak didik kita, batasan ini juga akan semakin memperkecil kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan pendidikan. Setelah adanya batasan, sebelum melakukan proses pendidikan seorang pendidik harus mengetahui potensi yang dimiliki oleh anak didiknya.
Dibawah ini terdapat batas-batas pendidikan ;
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak untuk mencapai kedewasaanya. Pendidik disini adalah orang tua dan guru, keduanya memiliki peran yang sama penting untuk membantu tercapainya kedewasaan anak, namun peran orang tua tentunya paling utama karena orang tua merupakan tempat sosialisasi utama dan pertama untuk anak dan pendidikan pun didapatkan pertama kali oleh anak dari orang tua, akan tetapi orang tua juga memiliki batas dalam mendidik anak misalnya saat disekolah anak tidak lagi mendapat didikan dari orang tuanya akan tetapi gurulah yang menggantikan peran orang tua disekolah. Namun tetap saja sedekat apapun seorang guru dengan anak didiknya disekolah itu tidak akan mampu menggantikan sepenuhnya tugas dan peran orang tuanya dirumah.
     2.    Aspek pribadi anak didik
Persoalan selanjutnya yang berhubungan dengan batas pendidikan adalah anak didik itu sendiri. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan tergantung dari seberapa jauh anak didik tersebut mampu menerima pendidikan yang kita berikan, jangan sampai kita terlalu memaksakan pendidikan pada anak didik kita untuk diterima sepenuhnya. Anak didik merupakan sosok manusia/individu. “invidu ialah orang yang tidak tergantung  orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempuyai sifat-sifat dan keinginan sendiri” Abu Ahmadi (Saduloh, 2010;86). Oleh karena itu anak didik harus diakui keberadaannya, dia tidak bisa diperintah untuk mengikuti keinginan kita akan tetapi kita harus masuk kedalam dunianya untuk mengetahui apa yang dia inginkan dan dia sukai.
    3.    Alat pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ada. Alat pendidikan ini digunakan untuk mendidik anak secara pedagogis (katif). Misalnya saja seorang ibu yang menyuruh anaknya untuk membereskan tempat tidurnya, itu bertujuan agar anak tersebut memiliki tanggung jawab yang dimulai dfari dirinya sendiri. Ini adalah cara orang tua mendidik anak secar pedagogis agar anak itu terbiasa untuk hidup rapih dan disiplin. Kemudian dibawah ini Lavangeld mengelompoka lima jenis alat pendidikan, yaitu :
a.    Perlindungan
Perlindungan merupakan aspek pertama dalam melakukan pendidikan. Sebagai pendidik tentu saja kita harusa mampu memberikan perlindungan pada anak didik kita, karna tanpa semua itu anak tidak akan mau diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan tersebut tidak hanya bersaifat fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena anak itu paling tidak bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus memberikan perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
b.    Kesepahaman
Kesepahaman ini terjadi saat guru menjadi contoh untuk anak didiknya dengan memperhatikan secara tidak langsung, anak akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi tetap saja kesepahaman ini bisa terjadi jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama gurunya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil membawa anak untuk mengikuti apa yang gurunya lakukan, tentu saja peniruan untuk melakukan kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
c.     Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan ini ialah berupa tanggung jawab. Misalnya saat sedang bermain seorang guru hendaknya memberikan kepercayaan pada anak didiknya agar anak didiknya mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan semua tugasnya.
d.    Perasaan bersatu
Perasaan bersatu ini akan timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang terus menerus. Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak didik yang selalu bersama-sama setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran itu akan membentuk kenyamanan pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu muncul pada diri keduanya.
e.    Pendidikan karena kepentingan diri sendiri
Pedidikan karena kepentingan diri sendiri, berarti pad saat itu si  anak sudah menyadari bahwa dirinya mempunyai kesadaran bahwa dirinya sudah mampu membentuk karakternya sendiri. Tugas seorang pendidik disini ialah memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada anak didik untuk melaksanakan tugas sesuai keinginan hatinya.
    4.    Waktu pelaksanaan
Pada saat anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan pendidikan melainkan baru dalam proses atau taraf pembiasaan. Karena anak usia dini masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak tersebut atau disebut juga dengan pendidikan pendahuluan.
Perbedaan pendidikan pendahuluan dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungn wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi pendidikan yang sebenarnya bukn merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungn wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.
    5.    Aspek tujuan
Tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaannya. Tujuan pendidikan pun dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro. Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa. Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya.
Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial. Juga anak harus sudah bisa bertanggung jawab dalam setiap perbuatannya. Selama ank belum bertanggung jawab maka mereka belum disebut dewasa dan biasanya pendidik yang menjadi penanggung jawab dari anak didik. Apabila tujuan pendidikan itu telah tercapai maka pendidkanpun telah berakhir.
6.    Aspek lingkungan
Lingkungan dalam pengertian umum berarti situasi di sekitar kita. Dalam pendidikan, lingkungan merupakan segala ssesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan tempat mendapat pendidikan disebut lingkungan pendidikan. Sejak anak lahir di dunia, anak secara langsung berhadapan dengan lingkungan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam:
      a.       Lingkungan alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.
      b.       Lingkungan budaya
Berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.
      c.        Lingkungan sosial
Berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain, termasuk didalamnya tentang sikap, perilaku, norma antar setiap individu.

      d.      Lingkungan spiritual
Berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut keluarga, masyarakat yang ada disekitar kehidupan dia, dan ide-ide yang muncul dalam masyarakat di mana anak tinggal.

C. Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan
1.    Keharusan Pendidikan
Di dalam kehidupan manusia selalu mengalami kenaikan dan penurunan hidup, melakukan tindakan yang salah dan tindakan yang benar, dan melakukan kehidupan bermasyarakat dengan baik. Dalam hal itu, agar manusia bisa mendidik dirinya sendiri, manusia perlu diarahkan agar menjadi manusia yang ideal atau manusia yang seutuhnya. Yang bisa membedakan mana yang salah dan yang benar, agar bisa menempatkan sikap yag baik dalam hidup bermasyarakat, mematuhi nilai dan norma juga kebudayaan dimasyarakat,dan agar bisa mendidik dirinya untuk mencapai tujuan kehidupannya maka manusia harus mengalami pendidikan agar hidupnya lebih terarah.
Menurut Dewey (Abdurahman, 2009:13) salah seorang tokoh aliran filsafat Pragmatisme atau instrumentalisme dalam bukunya mengemukakan bahwa ‘penekanan pada pentingnya pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu (1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai fungsi sosial.’
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan untuk hidup merupakan hal penting yang melandasi keharusan dalam pendidikan. Dilihat dari fungsinya pendidikan akan sangat berguna untuk menjadi bekal dan tolak ukur dalam menjalani kehidupan, baik secara individu maupun dalam bersosialisasi dimasyarakat.selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai salah satu perjalanan dalam mencapai tujuan hidup kita yaitu kedewasaan. Dalam proses pertumbuhan hidup kita pun dipengaruhi oleh pendidikan. Dalam proses kita tumbuh beranjak menuju tingkat kedewasaan lebih tinggi manusia pun tak lepas dari pendidikan sebagai sarana dalam proses tumbuh dan kembangnya seorang manusia. Karena itu pendidikan penting sebagai pertumbuhan. Sedangkan dalam fungsi sosial pendidikan mempunyai perannya tersendiri. Pendidikan selalu mengajarkan kita bagaimana bertingkahlaku dengan masyarakat, bagaimana kita mematuhi nilai, norma dan kebudayaan masyarakat, dan bagaimana kita selalu menyeimbangkan antara kehidupan individu sebagai manusia dan kehidupan bersosialisasi dengan masyarakat. Oleh karena itu manusia harus dididik sebagai salah satu hal penting dalam fungsi sosial.
Ada beberapa faktor yang menjadi acuan mengapa anak diharuskan untuk mendapatkan pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
             a.       Anak diahirkan dalam keadaan tidak berdaya
Dari sudut pandang ank, pendidikan adalah keharusan dan kebutuhan bagi anak. Karena anak lahir dengan keadaan belum bisa melakukan apapun sehingga butuh bimbingan dan didikan agar anak bisa mencapai kedewasaannya dan tidak menggantungkan diri pada orang lain sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dengan demikian pendidikan sangat dibutuhkan oleh anak baik dari orang tua, lingkungan, dan guru disekolahnya, agar anak bisa memiliki bekal kepribadian, moral, pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang hidupnya kelak.
Dari sudut pandang orang tua juga pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena ada rasa tanggung jawab dan kasih sayng kepada anaknya agar bisa bertahan dimasa yang akan datang tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Secara naluriah orang tua telah mendidik anak dari anak itu lahir hingga dia bisa mendidik dirinya sendiri. Karena rasa tanggung jawab dan kasih sayang tersebut.
       b.      Anak lahir tidak langsung dewasa
Dalam proses pendewasaan atau untuk menjadi dewasa memerlukan waktu yang lama. Dimasa modern ini kedewasaan sangat lebih kompleks, beda dengan zaman terdahulu. Ketika zaman terdahulu mungkin anak usia 12 tahun keatas sudah bisa berkeluarga karena dianggap telah dewasa, sedangkan dizaman modern seperti sekarang ini kedewasaan lebih diperluas lagi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Untuk melanjutkan atau melewati masa dewasa anak harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin, bekal ilmu-ilmu penunjang kedewasaan itu diperoleh dari pendidikan.
       c.       Manusia sebagai makhluk sosial
Hakikat seorang manusia adalah sebagai makhluk sosial. Mereka hidup saling mengunt8ngkan satu sam lain. Manusia senang hidup bersama orang lain karena manusia adalah makhluk sosial, mereka bisa saling mempengaruhi, membentuk pola prilaku, dan karakternya, menanamkan nilai dan norma, dan aturan-aturan dimasyarakat, sehingga manusia memerlukan pendidikan untuk mengarahkan kepada tujuan manusia itu sendiri yaitu mencapai kedewasaan.
      d.       Manusia sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial tapi tetap saja manusia merupakan makhluk individu yang memiliki kepribadian dan karakter masing-masing. Mereka hidup bersama namun tetap antar individu. Karena sikap, kepribadian, dan karakter setiap individu yang berbeda-beda, maka mereka perlu dididik untuk dapat belajar hidup dengan individu lain.
      e.       Manusia sebagai makhluk yang dapat bertanggung jawab
Manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab, karena pada dasarnya setiap tindakan yang dilakukan harus dipertanggung jawabkan dengan menerima konsekuensinya. Sebagaimana dalam tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka manusia pun harus dididik untuk mencapai kedewasaan itu.
Salah satu bentuk kedewasaan adalah dilihat dari sikap manusia. Apabila tanggung jawab ini tidak dimiliki oleh manusia, maka kehidupan tidak akan tenang karena semua manusia akan melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
       f.        Sifat manusia dan kemungkinan terjadinya pendidikan
Seperti yang dijelaskan dalam aspek yang akan dipelajari seumur hidup kita adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam psikomotorik saat anak masih dalam usia dini yaitu antara 2 tahun sampai 6 tahun, mereka belum memiliki kesadaran akan kekurangannya, pada saat itu anak cenderung akan menirukan dan berbuat sesuatu. Contohnya ketika seorang kaka sedang mengerjakan tugas kemudian adiknya tiba-tiba memperhatikan kakaknya yang sedang mengerjakan tugas. Sang adik mengambil alat tulisnya dan kemudian mengikuti apa yang kakaknya kerjakan. Lalu kakaknya mengajarkan adiknya memegang pensil yang benar dan mengajarkan menulis, walaupun yang diajarkan hanya garis atau coretan-cooretan sederhana.
Dari contoh diatas, seorang kakak yang mengajarkan adiknya menulis itu belum merupakan pendidikan yang sebenarnya. Karena anak belum paham apa yang diperintahkan atau apa yang dilakukannya. Maka dari itu yang dilakukan oleh kakak tadi bukan merupakan suatu pendidikan, melainkan suatu pelatihan.
Dengan sifat anak yang suka meniru perilaku atau sikap orang lain, suka bermain dan menerima perintah dari orang lain, maka orang tua harus membimbing dan mendidik anaknya. Pendidik harus senantiasa memberikan contoh bagi anak didiknya dan memberikan pengaruh-pengaruh perilaku yang positif untuk kedewasaannya.
2.      Kemungkinan Dididik
Pada manusia ada hal-hal yang didapat secara alami dan ada pula ynag didapat secara proses pendidikan. Hal-hal yang didapatkan secara alami contohnya adalah jenis kelamin, bakat dan watak dari setiap individu. Sedangakan hal-hal yang didapat dari proses pendidikan contohnya pembentukan kepribadian, sikap, norma dan lain-lain. Setiap manusia itu bersifat unik, kemungkinan dididik itu tercapai apabila tidak dapat dikembangkan lagi kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya.
Menurut suyitno menyatakan bahwa  “ada enam  prinsip yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip individualitas, prinsip sosialitas, prinsip moralitas, dan prinsip Keberagamaan atau religiusitas.”
     a.      Prinsip Potensialitas
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kedewasaan. Salah satunya adalah untuk mencapai manusia yang ideal yaitu manusia yang dapat mengambangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya, manusi yang bertakwa, berakhlak, cerdas, dan lain-lain. Manusia juga memilikpotensi yang beraneka ragam potensi berbuat baik, mematuhi norma, potensi ilmu, karya dan lain sebagainya. Oleh sebab itu manusia akan dapat dididik karena manusia memiliki potensi untuk menjadi manusia yang ideal.
     b.    Prinsip Dinamika
Pendidik diharapkan membantu  peserta didik agar mampu mencapi kedewasaannya dan menjadi manusia ideal. Sedangkan manusia itu sendiri memiliki dinamika untuk mencapai manusia yang ideal. Manusia selalu tidak pernah puas, ia selalu mengejar apa yang menjadi keinginannya. Ia selalu berusaha untuk menjadi manusia yang ideal baik secara keimanan pada Tuhannya maupun antar sesama manusia. Karena itu dinamika manusia menjadikan bahwa manusia dapat dididik.
    c.      Prinsip Individualitas
Pendidikan merupakan upaya membantu peserta didik agar mampu menjadi dirinya sendiri. Disamping itu peserta didik adalahseorang  individu yang memiliki karakter yang bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Oleh karena itu, individualitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.

    d.     Prinsip Sosialitas Pendidikan berlangsung dalam interaksi antar pendidik dan peserta didik. Melalui interaksi tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, mereka hidup bersama dalam bermasyarakat. Dalam kehidupan bersama ini akan terjadi huhungan timbal balik di mana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
     e.      Prinsip Moralitas Pendidikan dilaksanakan berdasarkan sistem norma-norma  dan nilai yang berlaku dimasyarakat. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia mempunyai akhlak yang mulia dan berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.Manusia mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh sebab itu, dimensi moralitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
                  f.       Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Umat beragama selalu meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi suatu acuan berfikir dan berbuat yang sesuai dengan hukum-hukum agama, dan ini menuntun, mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia dan aspek sosial serta moral dalam kehidupan di masyarakatnya. Atas dasar tersebut, jelas kiranya bahwa manusia akan dapatdididik.
Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus didik, umpamanya :
  1. Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
                  b.      Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya garizah untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik, dan dasar kehidupan social adalah karenanya adanya kebutuhan, maka agar kehidupan social itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
                  c.       Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
                  d.      Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan keingintahuan yang tidak idle dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan yang tidak idle dan kemampuan untuk pengembangan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kea rah kesempurnaan.
                  e.       Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah humen relegioso, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini adalah dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
                  f.        Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangkannya kematian tubuh, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filofof Islam adalah hayat yang berarti hidup.
3.       Nativisme
Menurut teori nativisme, anak yang baru lahir telah memiliki bakat, potensi dan sifat-sifat tertentu yang sangat menentukan terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut. Pendidikan lingkungan tidak berpengaruh apa apa terhadap perkembangan anak tersebut.
4.       Empirisme
Menurut teori empirisme yang di pelopori oleh Jhon Locke, anak dilahirkan diumpamakan sebagai kertas putih yang bersih, anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apa-apa. Teori ini disebut teori tabularasa.
Lingkungan adalah faktor terpenting dalam pembentukan karakter dan kepribadian juga potensi dirinya, anak dapat dibentuk sesuai dengan kehendak pendidiknya.
5.      Naturalisme
Teori ini diperkenalkan oleh Rousseau, beliau mengatakan bahwa semua anak mempunyai pembawaan baik, lingkungan yang akan merusak pembawaan baik mereka. Menurut teori ini pendidikan yang diberikan akan merusak  perkembangan baik anak tersebut.
6.      Konvergensi
Teori ini menyebutkan bahwa pembawaan dan lingkungan pendidikan merupakan proses yang mendukung perkembangan anak. Pembawaan dan pendidikan lingkungan keduanya harus saling seimbang antara satu sama lain.
7.       Tut wuri handayani
Konsep pendidikan ini dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut beliau karakter yang menjadi karakter seseorang akan sangat dipengaruhi oleh  pembawaan dan lingkungannya, tergantung mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Tut wuri handayani berasal dari bahasa jawa. Konsep pendidikan tersebut lebih lengkap dengan  ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso tut wuri handayani.
Arti dari penggalan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarso = didepan, sung = memberi, tulodo = contoh. Jadi pendidik harus berada didepan sebagai contoh yang baik terhadap anak didiknya. Ing madya = di tengah-tengah, mangun = membangun, karso = kemauan, pendidik bersama-sama berdiri ditengah-tengah anak didiknya agar senantiasa mendorong kemauan anak didiknya. Dan tut wuri = mengikuti dari belakang, handayani = memotivasi, pendidik diharapkan dapat melihat dan menemukan potensi yang ada pada diri anak didik. Jadi pendidikan menurut ki Hajar Dewantara adalah hasil interaksi antara pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak. Pendidik memiliki peran aktif dalam membimbing perkembangan dan potensi anak
Artikel : Tujuan Pendidikan
baca juga : Manusia sebagai animal educandum
                     Pedagogik,andragogi dan heutagogi
DAFTAR PUSTAKA

Endang Sri B.H.21 November 2013.Tujuan,Batasan dan Kemungkinan Pendidikan. http://irasaffaghira.blogspot.com/2013/11/tujuan-batasan-dan-kemungkinan.html. Diakses pada tanggal 23 September 2014.
Hafifah Hana.3 Maret 2012.Tujuan Batas dan Kemungkinan Pendidikan. http://www.slideshare.net/HanaHafifah/tujuan-batas-dan-kemungkinan-pendidikan. Diakses pada tanggal 23 September 2014.
Pribadi, Sikun, (ed). 1980. Landasan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung

Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik (ilmu mendidik). Bandung: alfabeta
Wulanda Gita.21 Februari 2012.Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan. http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-kemungkinan.html. Diakses pada tanggal 23 September 2014.


0 Response to "Tujuan pendidikan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close