pengajaran alam sekitar
Thursday 24 March 2016
Add Comment
PENGAJARAN ALAM SEKITAR
A. Pengertian Pengajaran Alam Sekitar Heimatkunde Salah satu usaha untuk memberikan dasar agar pendidikan dan pengajaran berhasil baik, mempergunakan alam sekitar anak sebagai pangkal semua pendidikannya. Pengajaran semacam itu dinamakan Pengajaran Alam Sekitar. Bapak dari pelajaran itu adalah seorang Jerman bernama: Fr. A. Finger (1808-1888) yang menamakan pengajaran itu: Heimatkunde, biarpun sudah diketahui bahwa J.W.A. Frobel telah juga mempraktekkan itu. Murid-murid dalam kelas-kelas yang pertama, berumur sampai 10 tahun, ia ajak mengelilingi, mengamati dan menyelidiki segala sesuatu yang terdapat di dalam alam sekitar anak, kesemua penjuru. Hal-hal yang telah diperiksa-tilik anak itu dicontoh, ditiru, dijabarkan dalam mata pengajaran ekspresi.
Jadi pengajaran alam sekitar adalah pengajaran yang dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Dan yang dimaksud alam sekitar meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar. Artinya siswa dibawa keluar kelas/sekolah sehingga mereka dapat belajar dari lingkungan, keluarga, dan masyarakat secara nyata.
Pengajaran Heimatkunde itu makin disempurnakan dan tidaklah dapat disangkal, bahwa Heimatkunde itu memberi inspirasi pada tumbuhnya pengajaran totalitet, pengajaran pusat perhatian, sekolah-kerja dan pengajaran proyek, yang semuanya akan dibicarakan lebih lanjut dalam makalah ini.
B. Nilai Heimatkunde
Pelajaran alam sekitar penting artinya untuk pengajaran, pendidikan, untuk hidup anak. Secara singkat akan dipaparkan nilai Heimatkunde itu.
1.
Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung.
2. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan banyak-banyak agar anak aktif dan giat, tidak hanya duduk, mendengar, melihat dalam satu kata pasif saja.
3. Heimatkunde memungkinkan untuk memberikan pelajaran totalitet atau Gesamtunterricht, yaitu suatu bentuk pengajaran dengan cirri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
a. Suatu pengajaran yang tidak mengenal pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya kesitu.
b. Suatu pengajaran “vom Kinnde aus”, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitar anak.
c. Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya, secara teratur.
4. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektuil yang kokoh dan tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektuil ialah sebagai berikut: segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak. Kejadian inilah yang dinamakan apersepsi dan semua bahan berupa pengetahuan yang berada didalam intelek anak dinamakan bahan apersepsi. Bahan apersepsi ini harus selalu bertumbuh dan maju, tidak terputus-putus. Ini hanya sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Mudah dimengerti bahwa dalam perkembangannya anak menguasai dunia luarnyaitu mulai dari lingkungan atau alam sekitarnya yang terdekat: pertma-tama kamarnya, kemudian rumah dan halaman, kampong, sekolah, kota dan seterusnya.
Bahan apersepsi yang dimiliki anak sebelum masuk sekolah berasal dari alam sekitar dan adalah terang, berguna, berarti serta fungsional dan begitulah tidak mungkin adanya verbalisme. Jadi alam sekitar anak merupakan suatu fondamen yang kuat dan atas fondamen itulah pengajaran selanjutnya harus didasarkan, agar bahan apersepsi terus bertambah dan maju, dan tidak terpisah dari kebutuhan hidupnya (fungsional): juga luput dari bahaya verbalisme.
5. Heimatkunde memberi apersepsi emosionil
Pendidikan dan pengajaran hanya berhasil baik jika anak didik mempunyai perhatian terhadap bahan-bahan pendidikan dan pengajaran yang disajikan kepadanya. Tiap orang tentu menaruh perhatian terhadap daerah dimana dia hidup. Ia mencintai tempat itu atau tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Dalam mengembara menunaikan kewajiban hidup dan mencari nafkah, banyak orang mengandung niat dan cita-cita yang kuat untuk kembali ke tempat tinggalnya apabila telah mendapat pensiun. Juga jarang ada orang yang tidak senang berdiam ditempat ia dilahirkan dan dibesarkan, biarpun menurut orang luaran, tempat itu serba tidak menyenangkan. A. Rude dalam bukunya: “Die neue Schule” menulis: …Tempat kediaman merupakan suatu sumber yang memberikan kepada orang, nilai hidup jasmaniah dan rohaniah. Pengalamannya ia bentuk dan perkembangkan atas itu dan selama hidupnya ia tetap tinggal bersatu erat-erat dengan itu dan hidup penuh kecintaan terhadap alam sekitarnya”.
Untuk anak alam sekitar tidak berbeda dengan untuk orang dewasa. Segala kejadian di alam sekitarnya merupakan sebagian dari hidupnya sendiri dalam suka maupun duka: kelahiran, kematian, pesta desa, panen, penanaman lading dsb. Bahkan kali, kolam, lading, gunung, jalan itu semua merupakan bagian dari dirinya atau dirinya adalah bagian dari itu semua.
Begitulah alam sekitar sebagai fondamen pendidikan dan pengajaran memberikan dasar emosionil, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asal itu didasarkan atas asas dan diambilkan dari alam sekitarnya
C. Jalan Pengajaran Heimatkunde (PENGAJARAN ALAM SEKITAR)
Pengajaran alam sekitar dikenalkan pada murid dengan mengadakan perjalanan sekolah. Kita tinjau terlebih dahulu mengenai perjalanan sekolah ini.
Aliran lama menganggap perjalanan sekolah sebagai berikut:
a) Itu hanya suatu cara melepaskan lelah sesudah bekerja berat.
b) Itu hanya suatu selingan diantara bermacam-macam mata pelajaran.
c) Itu hanya suatu kesenangan, yang dapat dilaksanakan pada akhir tahun oleh sekolah-sekolah yang mampu dengan mengunjungi tempat-tempat yang jauh.
d) Itu hanya dikerjakan oleh para guru yang tidak menyiapkan diri serta segan untuk memberi pelajaran, dan karenanya lebih baik berjalan-jalan sepanjang jalan.
Akibat dari pandangan yang salah mengenai perjalanan sekolah itu ialah bahwa juga guru-guru juga tidak menyadari akan pentingnya perjalanan sekolah lalu tidak mau mengerjakan, takut dianggap sebagai pemalas.
Aliran baru didalam pengajaran memandang bahwa perjalanan sekolah itu penting artinya, jika itu dijalankan dan dipergunakan sebaik-baiknya. Arti dan pentingnya perjalanan sekolah untuk mengamati, mempelajari alam sekitar telah diuraikan dibawah pokok nilai Heimatkunde. Perlu ditambahkan disini perkataan E. Kant: …Begriffe ohne Anscauung sind leer” atau: Pengertian tanpa pengamatan adalah kosong. Disini ditekankan bahwa pengertian yang tidak didahului oleh peragaan atau pengamatan merupakan suatu pengertian yang verbalistis. Maka dengan itu dijelaskan pentingnya pengamatan untuk kemajuan apersepsi intelektuil. E. Kant mengatakan lebih lanjut:… Anscauung ohne Begriffe ist blind” atau: pengamatan tanpa pengertian adalah buta. Yang dimaksud ialah tidak bergunalah suatu pengamatan jika anak tidak mengerti apa yang diamati. Maka perlulah pada waktu anak mengamati sesuatu ia mendapat pimpinan yang baik agar pengamatan itu ada hasilnya.
2. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan banyak-banyak agar anak aktif dan giat, tidak hanya duduk, mendengar, melihat dalam satu kata pasif saja.
3. Heimatkunde memungkinkan untuk memberikan pelajaran totalitet atau Gesamtunterricht, yaitu suatu bentuk pengajaran dengan cirri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
a. Suatu pengajaran yang tidak mengenal pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya kesitu.
b. Suatu pengajaran “vom Kinnde aus”, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitar anak.
c. Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya, secara teratur.
4. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektuil yang kokoh dan tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektuil ialah sebagai berikut: segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak. Kejadian inilah yang dinamakan apersepsi dan semua bahan berupa pengetahuan yang berada didalam intelek anak dinamakan bahan apersepsi. Bahan apersepsi ini harus selalu bertumbuh dan maju, tidak terputus-putus. Ini hanya sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Mudah dimengerti bahwa dalam perkembangannya anak menguasai dunia luarnyaitu mulai dari lingkungan atau alam sekitarnya yang terdekat: pertma-tama kamarnya, kemudian rumah dan halaman, kampong, sekolah, kota dan seterusnya.
Bahan apersepsi yang dimiliki anak sebelum masuk sekolah berasal dari alam sekitar dan adalah terang, berguna, berarti serta fungsional dan begitulah tidak mungkin adanya verbalisme. Jadi alam sekitar anak merupakan suatu fondamen yang kuat dan atas fondamen itulah pengajaran selanjutnya harus didasarkan, agar bahan apersepsi terus bertambah dan maju, dan tidak terpisah dari kebutuhan hidupnya (fungsional): juga luput dari bahaya verbalisme.
5. Heimatkunde memberi apersepsi emosionil
Pendidikan dan pengajaran hanya berhasil baik jika anak didik mempunyai perhatian terhadap bahan-bahan pendidikan dan pengajaran yang disajikan kepadanya. Tiap orang tentu menaruh perhatian terhadap daerah dimana dia hidup. Ia mencintai tempat itu atau tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Dalam mengembara menunaikan kewajiban hidup dan mencari nafkah, banyak orang mengandung niat dan cita-cita yang kuat untuk kembali ke tempat tinggalnya apabila telah mendapat pensiun. Juga jarang ada orang yang tidak senang berdiam ditempat ia dilahirkan dan dibesarkan, biarpun menurut orang luaran, tempat itu serba tidak menyenangkan. A. Rude dalam bukunya: “Die neue Schule” menulis: …Tempat kediaman merupakan suatu sumber yang memberikan kepada orang, nilai hidup jasmaniah dan rohaniah. Pengalamannya ia bentuk dan perkembangkan atas itu dan selama hidupnya ia tetap tinggal bersatu erat-erat dengan itu dan hidup penuh kecintaan terhadap alam sekitarnya”.
Untuk anak alam sekitar tidak berbeda dengan untuk orang dewasa. Segala kejadian di alam sekitarnya merupakan sebagian dari hidupnya sendiri dalam suka maupun duka: kelahiran, kematian, pesta desa, panen, penanaman lading dsb. Bahkan kali, kolam, lading, gunung, jalan itu semua merupakan bagian dari dirinya atau dirinya adalah bagian dari itu semua.
Begitulah alam sekitar sebagai fondamen pendidikan dan pengajaran memberikan dasar emosionil, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asal itu didasarkan atas asas dan diambilkan dari alam sekitarnya
C. Jalan Pengajaran Heimatkunde (PENGAJARAN ALAM SEKITAR)
Pengajaran alam sekitar dikenalkan pada murid dengan mengadakan perjalanan sekolah. Kita tinjau terlebih dahulu mengenai perjalanan sekolah ini.
Aliran lama menganggap perjalanan sekolah sebagai berikut:
a) Itu hanya suatu cara melepaskan lelah sesudah bekerja berat.
b) Itu hanya suatu selingan diantara bermacam-macam mata pelajaran.
c) Itu hanya suatu kesenangan, yang dapat dilaksanakan pada akhir tahun oleh sekolah-sekolah yang mampu dengan mengunjungi tempat-tempat yang jauh.
d) Itu hanya dikerjakan oleh para guru yang tidak menyiapkan diri serta segan untuk memberi pelajaran, dan karenanya lebih baik berjalan-jalan sepanjang jalan.
Akibat dari pandangan yang salah mengenai perjalanan sekolah itu ialah bahwa juga guru-guru juga tidak menyadari akan pentingnya perjalanan sekolah lalu tidak mau mengerjakan, takut dianggap sebagai pemalas.
Aliran baru didalam pengajaran memandang bahwa perjalanan sekolah itu penting artinya, jika itu dijalankan dan dipergunakan sebaik-baiknya. Arti dan pentingnya perjalanan sekolah untuk mengamati, mempelajari alam sekitar telah diuraikan dibawah pokok nilai Heimatkunde. Perlu ditambahkan disini perkataan E. Kant: …Begriffe ohne Anscauung sind leer” atau: Pengertian tanpa pengamatan adalah kosong. Disini ditekankan bahwa pengertian yang tidak didahului oleh peragaan atau pengamatan merupakan suatu pengertian yang verbalistis. Maka dengan itu dijelaskan pentingnya pengamatan untuk kemajuan apersepsi intelektuil. E. Kant mengatakan lebih lanjut:… Anscauung ohne Begriffe ist blind” atau: pengamatan tanpa pengertian adalah buta. Yang dimaksud ialah tidak bergunalah suatu pengamatan jika anak tidak mengerti apa yang diamati. Maka perlulah pada waktu anak mengamati sesuatu ia mendapat pimpinan yang baik agar pengamatan itu ada hasilnya.
Supaya perjalanan sekolah berhasil baik, wajiblah dipenuhi
syarat-syaratnya. Adapun syarat-syaratnya ialah:
a) Penetapan tujuan
Dalam menetapkan tujuan ini wajiblah diingat bahwa hal-hal yang akan ditilik-periksa itu sesuai dengan tingkatan kemajuan anak maupun dengan umur anak. Tidak ada artinya untuk mengajak anak berumur 7 tahun mengadakan perjalanan sekolah kesuatu pabrik yang penuh dengan seluk-beluk itu.
Tujuan perjalanan sekolah ialah mengamati sebagian dari lingkungannya untuk dapat menangkap hakikinya yang berguna untuk kehidupan anak. Untuk kelas I pertama-tama yang diamati adalah kelasnya dan barang-barang yang terdapat disitu, karena barang-barang itu berlainan dengan barang-barang dari rumahnya. Sesudah itu selesai lalu mengamati sekolah dan halaman, kemudian keluar dari sekolah, misalnya kepasar dan untuk kelas yang lebih tinggi: polisi lalu lintas dsb. Juga suatu kejadian yang menarik perhatian dapat diamati: ayam yang mulai mengeram, dsb.
b) Guru mengadakan persiapan
Seorang guru yang ditempatkan disuatu tempat baru, wajiblah mengamati dan meyelidiki alam sekitar tempat baru itu. Ia mengunjungi orang tua murid, orang-orang yang terpandang dalam daerah itu untuk mendengarkan cerita adat istiadat, sopan santun, dsb dari daerah itu. Pengetahuan itu penting artinya tidak hanya sebagai dasar-dasar dari bahan pengajarannya, melainkan untuk dirinya sendiri karena ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru itu. Hal tersebut dapat dinamakan persiapan umum.
sebelum mengadakan perjalanan sekolah untuk mengunjungi sesuatu yang akan dijadikan pokok pelajaran, guru wajib mengunjungi tempat itu sendiri dahulu. Ia mencatat segala sesuatu yang dianggap perlu. Catatan itu ditinjau lagi dirumah, diuraikan lebih lanjut dengan mempergunakan buku-buku sumber, dan segala sesuatu disediakan, agar pelajaran akan member hasil sebaik-baiknya. Persiapan ini dapat dinamakan persiapan khusus.
c) Persiapan dari pihak murid
Suatu perjalanan sekolah tidak akan membawa hasil yang memuaskan jika anak tidak mengerti tujuan perjalanan itu. Maka wajiblah guru sebelum memulai perjalanan itu memberikan apersepsi intelektuil dengan emosionil kepada anak. Anak-anak harus dibangkitkan perhatiannya kearah hal-hal yang akan diperiksa. Juga wajib diberitahukan dalam garis besarnya apa saja yang harus dipelajari, dicari dan diamati
Jika yang diamati agak banyak, baiknya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok mempunyai tugasnya sendiri-sendiri.
d) Pengamatan dengan efisien
Sesampainya di tempat yang dituju baiknya anak diberi kebebasan untuk bekerja sendiri. Tidak perlu guru memimpin dari segala hal, biarpun terkadang harus memberikan petunjuk atau peringatan apa yang harus dipentingkan dengan jalan mengajukan pertanyaan.
Ketertiban harus dijaga baik-baik, sebab pengamatan dapat mendalam, jika suasana tenang, anak tidak hanya bersenda gurau. Hal ketertiban ini sebelum berangkat baiknya diperingatkan terlebih dahulu ke semua kelas.
Karena pengamatan itu membutuhkan banyak waktu maka haruslah disediakan waktu yang cukup. Lebih baik mengamati dengan seksama daripada mengamati banyak-banyak secara selayang pandang, sehingga hasilnya tidak memuaskan.
e) Pengolahan di sekolah
Pengetahuan dan pengalaman yang didapat didalam perjalanan pengamatan harus dipergunakan dengan baik disekolah. Pelajaran lisan dan tertulis dipusatkan atas itu. Pekerjaan kelompok dan perseorangan didasarkan atas itu. Mata pengajaran ekspresi dihubungan dengan perjalanan sekolah: bercerita, mengarang, menyanyi, menggambar, pekerjaan tangan denga tanah liat serta kertas dan pekerjaan di bak pasir.
Pada akhir tinjauan mengenai pelajaran alam sekitar ini baiknya kita memperhatikan lamanya dan kapan perjalanan sekolah harus dilaksanakan. Segala sesuatu itu harus sesuai dengan umur anak.
Dikelas 1 baiknya perjalanan sekolah tidak terlalu lama dan jauh (± 500 m), dalam jam pelajaran sebelum beristirahat pertama agar hari tidak terlalu panas. Dikelas 2 pun perjalanan sekolah dilaksanakan sebelum istirahat pertama, tetapi sudah bias memakan waktu 2 jam pelajaran dalam jarak ± 800 m. Dikelas 3 sudah bisa seluruh jam pelajaran, sebelum istirahat dipakainya untuk perjalanan sekolaAH
Dikelas-kelas yang lebih tinggi perjalanan sekolah diadakan menurut kebutuhan berhubung dengan adanya pengajaran proyek.
D. Riwayat Hidup J. Ligthart serta Metode yang Dipraktekkanya
Asas-asas dari pengajaran alam sekitar itu dipraktekkan dan disesuaikan dengan negeri Belanda oleh seorang ahli mendidik yang terkenal dan bernama J. Ligthart.
Metodenya dinamakan pengajaran barang sesungguhnya. Dibawah ini adalah riwayat hidupnya, pendiriannya, jasa-jasanya dan cara ia mempraktekkan Pengajaran Alam Sekitar
Ia dilahirkan di Amsterdam (Negeri Belanda) pada tahun 1859 dalam keluarga yang agak besar dan tidak kaya. Ibunyalah yang selalu dapat menolong keluarga itu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Itulah sebabnya J. Ligthart amat menyayangi dan mencintai ibu dalam dunia pendidikan yang ia anjurkan, ia amat menjunjung tinggi kecintaan ibu terhadap anaknya.
a) Penetapan tujuan
Dalam menetapkan tujuan ini wajiblah diingat bahwa hal-hal yang akan ditilik-periksa itu sesuai dengan tingkatan kemajuan anak maupun dengan umur anak. Tidak ada artinya untuk mengajak anak berumur 7 tahun mengadakan perjalanan sekolah kesuatu pabrik yang penuh dengan seluk-beluk itu.
Tujuan perjalanan sekolah ialah mengamati sebagian dari lingkungannya untuk dapat menangkap hakikinya yang berguna untuk kehidupan anak. Untuk kelas I pertama-tama yang diamati adalah kelasnya dan barang-barang yang terdapat disitu, karena barang-barang itu berlainan dengan barang-barang dari rumahnya. Sesudah itu selesai lalu mengamati sekolah dan halaman, kemudian keluar dari sekolah, misalnya kepasar dan untuk kelas yang lebih tinggi: polisi lalu lintas dsb. Juga suatu kejadian yang menarik perhatian dapat diamati: ayam yang mulai mengeram, dsb.
b) Guru mengadakan persiapan
Seorang guru yang ditempatkan disuatu tempat baru, wajiblah mengamati dan meyelidiki alam sekitar tempat baru itu. Ia mengunjungi orang tua murid, orang-orang yang terpandang dalam daerah itu untuk mendengarkan cerita adat istiadat, sopan santun, dsb dari daerah itu. Pengetahuan itu penting artinya tidak hanya sebagai dasar-dasar dari bahan pengajarannya, melainkan untuk dirinya sendiri karena ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru itu. Hal tersebut dapat dinamakan persiapan umum.
sebelum mengadakan perjalanan sekolah untuk mengunjungi sesuatu yang akan dijadikan pokok pelajaran, guru wajib mengunjungi tempat itu sendiri dahulu. Ia mencatat segala sesuatu yang dianggap perlu. Catatan itu ditinjau lagi dirumah, diuraikan lebih lanjut dengan mempergunakan buku-buku sumber, dan segala sesuatu disediakan, agar pelajaran akan member hasil sebaik-baiknya. Persiapan ini dapat dinamakan persiapan khusus.
c) Persiapan dari pihak murid
Suatu perjalanan sekolah tidak akan membawa hasil yang memuaskan jika anak tidak mengerti tujuan perjalanan itu. Maka wajiblah guru sebelum memulai perjalanan itu memberikan apersepsi intelektuil dengan emosionil kepada anak. Anak-anak harus dibangkitkan perhatiannya kearah hal-hal yang akan diperiksa. Juga wajib diberitahukan dalam garis besarnya apa saja yang harus dipelajari, dicari dan diamati
Jika yang diamati agak banyak, baiknya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok mempunyai tugasnya sendiri-sendiri.
d) Pengamatan dengan efisien
Sesampainya di tempat yang dituju baiknya anak diberi kebebasan untuk bekerja sendiri. Tidak perlu guru memimpin dari segala hal, biarpun terkadang harus memberikan petunjuk atau peringatan apa yang harus dipentingkan dengan jalan mengajukan pertanyaan.
Ketertiban harus dijaga baik-baik, sebab pengamatan dapat mendalam, jika suasana tenang, anak tidak hanya bersenda gurau. Hal ketertiban ini sebelum berangkat baiknya diperingatkan terlebih dahulu ke semua kelas.
Karena pengamatan itu membutuhkan banyak waktu maka haruslah disediakan waktu yang cukup. Lebih baik mengamati dengan seksama daripada mengamati banyak-banyak secara selayang pandang, sehingga hasilnya tidak memuaskan.
e) Pengolahan di sekolah
Pengetahuan dan pengalaman yang didapat didalam perjalanan pengamatan harus dipergunakan dengan baik disekolah. Pelajaran lisan dan tertulis dipusatkan atas itu. Pekerjaan kelompok dan perseorangan didasarkan atas itu. Mata pengajaran ekspresi dihubungan dengan perjalanan sekolah: bercerita, mengarang, menyanyi, menggambar, pekerjaan tangan denga tanah liat serta kertas dan pekerjaan di bak pasir.
Pada akhir tinjauan mengenai pelajaran alam sekitar ini baiknya kita memperhatikan lamanya dan kapan perjalanan sekolah harus dilaksanakan. Segala sesuatu itu harus sesuai dengan umur anak.
Dikelas 1 baiknya perjalanan sekolah tidak terlalu lama dan jauh (± 500 m), dalam jam pelajaran sebelum beristirahat pertama agar hari tidak terlalu panas. Dikelas 2 pun perjalanan sekolah dilaksanakan sebelum istirahat pertama, tetapi sudah bias memakan waktu 2 jam pelajaran dalam jarak ± 800 m. Dikelas 3 sudah bisa seluruh jam pelajaran, sebelum istirahat dipakainya untuk perjalanan sekolaAH
Dikelas-kelas yang lebih tinggi perjalanan sekolah diadakan menurut kebutuhan berhubung dengan adanya pengajaran proyek.
D. Riwayat Hidup J. Ligthart serta Metode yang Dipraktekkanya
Asas-asas dari pengajaran alam sekitar itu dipraktekkan dan disesuaikan dengan negeri Belanda oleh seorang ahli mendidik yang terkenal dan bernama J. Ligthart.
Metodenya dinamakan pengajaran barang sesungguhnya. Dibawah ini adalah riwayat hidupnya, pendiriannya, jasa-jasanya dan cara ia mempraktekkan Pengajaran Alam Sekitar
Ia dilahirkan di Amsterdam (Negeri Belanda) pada tahun 1859 dalam keluarga yang agak besar dan tidak kaya. Ibunyalah yang selalu dapat menolong keluarga itu untuk mencukupi kebutuhan hidup. Itulah sebabnya J. Ligthart amat menyayangi dan mencintai ibu dalam dunia pendidikan yang ia anjurkan, ia amat menjunjung tinggi kecintaan ibu terhadap anaknya.
Bahkan kecintaan itu dijadikan dasar dalam pendidikan yang dianjurkan.
Sesudah tamat dari sekolah guru, ia mulai menunaikan kewajibannya dan pada umur
26 tahun ia menjabat kepala sekolah di ‘s Gravenhage (1885). Sekolah itu ia
pimpin dengan rasa kebaktian yang sebesar-besarnya selama 31 tahun hingga
wafatnya, dan menjadi termasyur tidak hanya di negeri Belanda, melainkan juga
diluar negeri. Yang menarik di dalam sekolah itu adalah suasananya, yaitu tulus
ikhlas, cinta, persaudaraan dan kepercayaan. Itulah yang menarik pendidik-pendidik dari Noorwegia
dan Zwedia datang mengunjunginya, diantaranya Ellen Key.
Jan Ligthart banyak menulis buku-buku dan karangan dalam majalah-majalah pendidikan. Yang terkenal adalah bukunya: Jeugdherinneringen (kenangan-kenangan masa kecil). Pada tahun 1916 ia bercuti untuk memulihkan kesehatannya. Ia meninggal karena suatu kecelakaan (tenggelam dalam air).
Dasar-dasar pendidikan menurut J. Ligthart (sebagai pendidik)
Jan Ligthart banyak menulis buku-buku dan karangan dalam majalah-majalah pendidikan. Yang terkenal adalah bukunya: Jeugdherinneringen (kenangan-kenangan masa kecil). Pada tahun 1916 ia bercuti untuk memulihkan kesehatannya. Ia meninggal karena suatu kecelakaan (tenggelam dalam air).
Dasar-dasar pendidikan menurut J. Ligthart (sebagai pendidik)
Dasar-dasar pendidikan yang ia anjurkan kita simpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan yang pertama dalam pendidikan ialah: manusia yang berbudipekerti tinggi, tidak hanya manusia yang terdidik otaknya. Mendidik budipekerti terutama kewajiban keluarga, teristimewa ibu. Contoh merupakan suatu alat pendidikan yang penting. Ia mengakui kecerdasan otak juga perlu, tetapi itu bukannya yang terpenting. Begitulah boleh dikatakan bahwa tujuan pendidikannya tidak intelektualistis, melainkan harmonis.
2. Ia amat mengutamakan pendidikan kata-hati, sebagai jiwa yang memperingatkan akan semua perbuatan, yaitu menyesali perbuatan yang jahat dan yang menimbulkan kemauan untuk mencegahnya. Kata hati juga memberi bahagia atas perbuatan luhur dan memperkuat usaha untuk mengulanginya. Dalam bukunya ia mengatakan: “Semua cara kami mendidik harus didasarkan atas keyakinan, bahwa anak itu mempunyai kata-hati itu. Jika keyakinan itu tidak ada, maka tak perlulah kami mendidik. Orang lemah dapat dijadikan kuat, orang bodoh dapat dijadikan pandai, tetapi orang yang tidak punya kata hati tak mungkin diperbaiki
Untuk memungkinkan terlaksananya pendidikan kata-hati, perlunya adanya suasana yang baik didalam sekolah. Suasana cinta-mencintai, percaya-mempercayai antara guru dan murid, memungkinkan berkembangnya dorongan dari dalam untuk berbudi-pekerti baik.
3. Kepatuhan atau ketaatan murid terhadap gurunya haruslah ada, bukannya patuh karena takut, tetapi patuh karena cinta. Tersohorlah tulisan pada nisannya yang menggambarkan dasar pendidikan Jan Ligthart: PENDIDIKAN ADALAH SOAL KECINTAAN, KESABARAN DAN KEBIJAKSANAAN. KESABARAN DAN KEBIJAKSANAAN BERKEMBANG JIKA ITU DIDUKUNG OLEH KECINTAAN.
4. mencela sama sekali hukuman badan. Ia sambut kekurangajaran anak dengan kebaikan, tidak dengan hukuman.
Contoh:
a. Pada suatu ketika Jan Ligthart sekeluarga sedang makan. Anak-anak nakal mengintainya dari jendela dan mengejek serta berteriak-teriak, minta buah limau. Apa yang diperbuat oleh Jan Ligthart? Ia tidak marah dan dengan muka yang manis pergilah ia kepada anak-anak nakal itu dan memberikan buah limau yang mereka minta. Malulah anak-anak itu sebab yang diharapkan kemarahan J.Ligthart. inilah yang dinamakan metode pendidikan buah limau. (metode sinaasappel)
b. Sekali wakt J.Ligthart mendapat hukuman dari ayahnya karena nakal. Ia dihukum dikamarnya dan tidak boleh ikut kesuatu pesta. Dapat dibayangkan betapa sedih anak itu. Sesaat sebelum semua keluarga berangkat ke perayaan itu, ibunya datang dan memperbolehkan ia ikut. Ia sangat gembira, terharu dan menyesal atas kenakalannya. Cinta terhadap ibunyalah yang mendorong ia untuk tidak nakal lagi. (pendidikan berdasarkan cinta)
c. Kepada murid nakal atau pengacau didalam kelas, ia beri kepercayaan untuk mengetuai kelasnya, agar mempunyai rasa tanggung jawab atas tata tertib damai dalam kelasnya.
Sendi-sendi didaktik yang dianjurkan J. Ligthart (sebagai ahli mengajar)
Sendi-sendi didaktik yang dianjurkan J. Ligthart antara lain:
1. Ia menentang intelektualisme dan verbalisme. Sehubungan dengan itu ia mencela cara mengajar dan menguji, yang hanya mementingkan hafalan dan memiliki pengertian yang kosong bukannya pengertian yang berisi. Maka ia menghendaki pada ujian, kandidat diperbolehkan memainkan buku-buku, atlas dan sebagainya untuk membuktikan bahwa mereka mengerti sungguh-sungguh.
2. Untuk menghilangkan verbalisme atau pengetahuan yang kosong itu, ia memberikan keaktifan kepada anak pada waktu ia mengajar hingga anak tidak tinggal pasif saja. Ia berkata, bahwa dorongan untuk aktif ini terdapat ditiap-tiap anak. Oleh sebab itu anak membutuhkan kesempatan untuk berbuat. Kesempatan untuk aktif, banyak diberikan oleh lingkungan anak sendiri. Maka pengajaran harus didasarkan atas barang-barang dan keadaan lingkungan anak. Lingkungan itu harus diamati, diselidiki, dipelajari, ditiru dan dijadikan sumber bahan pengajaran dengan mengadakan perjalanan sekolah untuk meninjau.
3. Lingkungan anak itu, kecuali untuk memberikan kesempatan agar aktif, juga tentu menarik perhatian anak. Begitulah pengajaran yang dipusatkan atas barang-barang sekitar akan mendapat perhatian dengan spontan dari anak. Lagi pula bahan pengajaran amat berharga untuk anak, karena pengetahuan tentang alam sekitar dapat dipraktekkan didalam masyarakatnya.
Het Vollen Leven
J. Ligthart menguraikan metode pengajaran barang sesungguhnya dalam bukunya: Het Vollen Leven atau kehidupan senyatanya. Ia menjelaskan apa yang ia maksud dengan pengajaran barang sessungguhnya itu sebagai berikut: pengajaran barang sesungguhnya bermaksud membawa murid-murid kepada kenyataan, kesungguhan (bukan tiruan), agar mereka menerima semua itu dengan segala inderanya. Kesungguhan itu mengenai hal-hal yang dekat dan jauh dan berhubungan dengan waktu atau sejarah.
Yang dijadikan pegangan dalam “Het Vollen Leven” ialah seperti berikut:
1. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya, tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian barang itu.
2. Pengajaran sesungguhnya itu harus mendasari pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas itu.
3. Hendaklah murid-murid disuruh aktif, agar mereka berfikir sambil bekerja. Alam sekitar member kesempatan banyak untuk keaktifan itu.
4. Baiknya banyak-banyak dipakai: cerita dan mendongeng. Jangan terus menerus menerangkan.
5. Harus diadakan perjalanan memasuki: hidup senyatanya, kesemua jurusan agar murid faham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya alam dan hidupnya manusia.
Bahan pengajarannya diambilkan dari 3 lingkungan yang satu sama lain ada hubungannya yaitu:
1. Lingkungan alam, sebagai gudang bahan mentah untuk kita semua.
2. Lingkungan kerajinan, sebagai lingkungan perusahaan, untuk mengolah bahan mentah tersebut.
3. Lingkungan masyarakat sebagai pemakai hasil kerajinan tersebut.
Jalan Pengajaran J. Ligthart
J. Ligthart memakai jalan pengajaran sebagai berikut:
a. Ditentukan dulu sesuatu hal yang akan dijadikan pusat, lalu mengadakan perjalanan sekolah kesitu untuk mengamati, bercakap-cakap, bertanya jawab dengan para pekerja.
b. Disekolah hal ini dibicarakan lagi, dibawah pimpinan guru dengan memakai gambar-gambar. Jan Ligthart mempergunakan 24 buah gambar lingkungan.
c. Diberikan sebuah cerita yang ada hubungannya dengan yang telah dibicarakan. Dalam pelajaran, cerita itu penting sekali artinya, lebih-lebih untuk pendidikan budi pekerti.
d. Menggambar, menirukan dan membuat barang-barang yang telah diamati atau dipelajari (pekerjaan tangan). Bekerja dikebun sekolah untuk menanam, memelihara, memetik tanaman. Dalam gerak badan hal itu ditirukan dengan permainan.
e. Segala mata pelajaran yang lain dihubungkan dengan pokok tersebut: menyanyi, menghafal, berhitung, membaca, dsb.
Penghargaan
Ternyata bahwa dasar-dasar didaktik Jan Ligthart itu mengandung unsur-unsur yang kita dapatkan kembali dalam sistem para ahli yang ternama dan modern abad 20 ini. Unsur-unsur itu ialah: keaktifan, perhatian, sopan santun, meragakan, pengajaran alam sekitar, pengajaran totalitet atau keseluruhan.
J. Ligthart amat dihormati. Ratu Belanda menyerahkan pendidikan putera puteri tunggalnya kepadanya. Disekolah dimana ia bekerja selama 31 tahun itu, ditempatkan patungnya. Juga ditaman kota ‘s Gravenhage didirikan batu-batu peringatan, yang terkenal dengan nama “On en Sien”. “On en Sien” ialah nama seri buku bacaan ciptaanya.
Kritik
Kritik-kritik yang terdengar terhadap pengajaran barang sesungguhnya ciptaan J. Ligthart ialah: sistim ini terlalu banyak mementingkan pengetahuan-pengetahuan sekitar dengan bermacam-macam perusahaan dan pembuatan barang-barang sehingga sekolah merupakan suatu sekolah pertukangan umum.
Pengajaran barang sesungguhnya ini ditirukan oleh guru-guru lain, tetapi pengaran berubah menjadi suatu pengajaran yang menceritakan barang-barang biasa yang sudah dimengerti anak: meja, kursi, dsb. Matilah perhatian anak, dan pengajaran menjadi amat membosankan dan menjemukan dan seluruh kelas kembali bersikap pasif.
#pengajaran alam sekitar
1. Tujuan yang pertama dalam pendidikan ialah: manusia yang berbudipekerti tinggi, tidak hanya manusia yang terdidik otaknya. Mendidik budipekerti terutama kewajiban keluarga, teristimewa ibu. Contoh merupakan suatu alat pendidikan yang penting. Ia mengakui kecerdasan otak juga perlu, tetapi itu bukannya yang terpenting. Begitulah boleh dikatakan bahwa tujuan pendidikannya tidak intelektualistis, melainkan harmonis.
2. Ia amat mengutamakan pendidikan kata-hati, sebagai jiwa yang memperingatkan akan semua perbuatan, yaitu menyesali perbuatan yang jahat dan yang menimbulkan kemauan untuk mencegahnya. Kata hati juga memberi bahagia atas perbuatan luhur dan memperkuat usaha untuk mengulanginya. Dalam bukunya ia mengatakan: “Semua cara kami mendidik harus didasarkan atas keyakinan, bahwa anak itu mempunyai kata-hati itu. Jika keyakinan itu tidak ada, maka tak perlulah kami mendidik. Orang lemah dapat dijadikan kuat, orang bodoh dapat dijadikan pandai, tetapi orang yang tidak punya kata hati tak mungkin diperbaiki
Untuk memungkinkan terlaksananya pendidikan kata-hati, perlunya adanya suasana yang baik didalam sekolah. Suasana cinta-mencintai, percaya-mempercayai antara guru dan murid, memungkinkan berkembangnya dorongan dari dalam untuk berbudi-pekerti baik.
3. Kepatuhan atau ketaatan murid terhadap gurunya haruslah ada, bukannya patuh karena takut, tetapi patuh karena cinta. Tersohorlah tulisan pada nisannya yang menggambarkan dasar pendidikan Jan Ligthart: PENDIDIKAN ADALAH SOAL KECINTAAN, KESABARAN DAN KEBIJAKSANAAN. KESABARAN DAN KEBIJAKSANAAN BERKEMBANG JIKA ITU DIDUKUNG OLEH KECINTAAN.
4. mencela sama sekali hukuman badan. Ia sambut kekurangajaran anak dengan kebaikan, tidak dengan hukuman.
Contoh:
a. Pada suatu ketika Jan Ligthart sekeluarga sedang makan. Anak-anak nakal mengintainya dari jendela dan mengejek serta berteriak-teriak, minta buah limau. Apa yang diperbuat oleh Jan Ligthart? Ia tidak marah dan dengan muka yang manis pergilah ia kepada anak-anak nakal itu dan memberikan buah limau yang mereka minta. Malulah anak-anak itu sebab yang diharapkan kemarahan J.Ligthart. inilah yang dinamakan metode pendidikan buah limau. (metode sinaasappel)
b. Sekali wakt J.Ligthart mendapat hukuman dari ayahnya karena nakal. Ia dihukum dikamarnya dan tidak boleh ikut kesuatu pesta. Dapat dibayangkan betapa sedih anak itu. Sesaat sebelum semua keluarga berangkat ke perayaan itu, ibunya datang dan memperbolehkan ia ikut. Ia sangat gembira, terharu dan menyesal atas kenakalannya. Cinta terhadap ibunyalah yang mendorong ia untuk tidak nakal lagi. (pendidikan berdasarkan cinta)
c. Kepada murid nakal atau pengacau didalam kelas, ia beri kepercayaan untuk mengetuai kelasnya, agar mempunyai rasa tanggung jawab atas tata tertib damai dalam kelasnya.
Sendi-sendi didaktik yang dianjurkan J. Ligthart (sebagai ahli mengajar)
Sendi-sendi didaktik yang dianjurkan J. Ligthart antara lain:
1. Ia menentang intelektualisme dan verbalisme. Sehubungan dengan itu ia mencela cara mengajar dan menguji, yang hanya mementingkan hafalan dan memiliki pengertian yang kosong bukannya pengertian yang berisi. Maka ia menghendaki pada ujian, kandidat diperbolehkan memainkan buku-buku, atlas dan sebagainya untuk membuktikan bahwa mereka mengerti sungguh-sungguh.
2. Untuk menghilangkan verbalisme atau pengetahuan yang kosong itu, ia memberikan keaktifan kepada anak pada waktu ia mengajar hingga anak tidak tinggal pasif saja. Ia berkata, bahwa dorongan untuk aktif ini terdapat ditiap-tiap anak. Oleh sebab itu anak membutuhkan kesempatan untuk berbuat. Kesempatan untuk aktif, banyak diberikan oleh lingkungan anak sendiri. Maka pengajaran harus didasarkan atas barang-barang dan keadaan lingkungan anak. Lingkungan itu harus diamati, diselidiki, dipelajari, ditiru dan dijadikan sumber bahan pengajaran dengan mengadakan perjalanan sekolah untuk meninjau.
3. Lingkungan anak itu, kecuali untuk memberikan kesempatan agar aktif, juga tentu menarik perhatian anak. Begitulah pengajaran yang dipusatkan atas barang-barang sekitar akan mendapat perhatian dengan spontan dari anak. Lagi pula bahan pengajaran amat berharga untuk anak, karena pengetahuan tentang alam sekitar dapat dipraktekkan didalam masyarakatnya.
Het Vollen Leven
J. Ligthart menguraikan metode pengajaran barang sesungguhnya dalam bukunya: Het Vollen Leven atau kehidupan senyatanya. Ia menjelaskan apa yang ia maksud dengan pengajaran barang sessungguhnya itu sebagai berikut: pengajaran barang sesungguhnya bermaksud membawa murid-murid kepada kenyataan, kesungguhan (bukan tiruan), agar mereka menerima semua itu dengan segala inderanya. Kesungguhan itu mengenai hal-hal yang dekat dan jauh dan berhubungan dengan waktu atau sejarah.
Yang dijadikan pegangan dalam “Het Vollen Leven” ialah seperti berikut:
1. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya, tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian barang itu.
2. Pengajaran sesungguhnya itu harus mendasari pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas itu.
3. Hendaklah murid-murid disuruh aktif, agar mereka berfikir sambil bekerja. Alam sekitar member kesempatan banyak untuk keaktifan itu.
4. Baiknya banyak-banyak dipakai: cerita dan mendongeng. Jangan terus menerus menerangkan.
5. Harus diadakan perjalanan memasuki: hidup senyatanya, kesemua jurusan agar murid faham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya alam dan hidupnya manusia.
Bahan pengajarannya diambilkan dari 3 lingkungan yang satu sama lain ada hubungannya yaitu:
1. Lingkungan alam, sebagai gudang bahan mentah untuk kita semua.
2. Lingkungan kerajinan, sebagai lingkungan perusahaan, untuk mengolah bahan mentah tersebut.
3. Lingkungan masyarakat sebagai pemakai hasil kerajinan tersebut.
Jalan Pengajaran J. Ligthart
J. Ligthart memakai jalan pengajaran sebagai berikut:
a. Ditentukan dulu sesuatu hal yang akan dijadikan pusat, lalu mengadakan perjalanan sekolah kesitu untuk mengamati, bercakap-cakap, bertanya jawab dengan para pekerja.
b. Disekolah hal ini dibicarakan lagi, dibawah pimpinan guru dengan memakai gambar-gambar. Jan Ligthart mempergunakan 24 buah gambar lingkungan.
c. Diberikan sebuah cerita yang ada hubungannya dengan yang telah dibicarakan. Dalam pelajaran, cerita itu penting sekali artinya, lebih-lebih untuk pendidikan budi pekerti.
d. Menggambar, menirukan dan membuat barang-barang yang telah diamati atau dipelajari (pekerjaan tangan). Bekerja dikebun sekolah untuk menanam, memelihara, memetik tanaman. Dalam gerak badan hal itu ditirukan dengan permainan.
e. Segala mata pelajaran yang lain dihubungkan dengan pokok tersebut: menyanyi, menghafal, berhitung, membaca, dsb.
Penghargaan
Ternyata bahwa dasar-dasar didaktik Jan Ligthart itu mengandung unsur-unsur yang kita dapatkan kembali dalam sistem para ahli yang ternama dan modern abad 20 ini. Unsur-unsur itu ialah: keaktifan, perhatian, sopan santun, meragakan, pengajaran alam sekitar, pengajaran totalitet atau keseluruhan.
J. Ligthart amat dihormati. Ratu Belanda menyerahkan pendidikan putera puteri tunggalnya kepadanya. Disekolah dimana ia bekerja selama 31 tahun itu, ditempatkan patungnya. Juga ditaman kota ‘s Gravenhage didirikan batu-batu peringatan, yang terkenal dengan nama “On en Sien”. “On en Sien” ialah nama seri buku bacaan ciptaanya.
Kritik
Kritik-kritik yang terdengar terhadap pengajaran barang sesungguhnya ciptaan J. Ligthart ialah: sistim ini terlalu banyak mementingkan pengetahuan-pengetahuan sekitar dengan bermacam-macam perusahaan dan pembuatan barang-barang sehingga sekolah merupakan suatu sekolah pertukangan umum.
Pengajaran barang sesungguhnya ini ditirukan oleh guru-guru lain, tetapi pengaran berubah menjadi suatu pengajaran yang menceritakan barang-barang biasa yang sudah dimengerti anak: meja, kursi, dsb. Matilah perhatian anak, dan pengajaran menjadi amat membosankan dan menjemukan dan seluruh kelas kembali bersikap pasif.
#pengajaran alam sekitar
0 Response to "pengajaran alam sekitar"
Post a Comment