Sosiologi pendidikan

Sosiologi pendidikan
A.     Pengertian Sosiologi
Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte (1798 – 1857). Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri – ciri :
    1.Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
   2.Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
   3.  Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
   4.Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Adapun pengertian sosiologi secara tepat yaitu hubungan atau interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Di dalam proses interaksi tersebut tentu terdapat hal atau faktor-faktor yang mendasari. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1.       Imitasi. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif.
2.      Sugesti. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Di sekolah yang berwibawa misalnya guru, yang berwewenang misalnya kepala sekolah dan yang mayoritas misalnya pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu sering mensosialisasi sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional terhambat.
3.      Identifikasi. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi. Ia berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun dibawah sadar.
4.      Simpati. Simpati adalah faktor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memang penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar simpati ini mudah muncul, sosialisasi mudah terjadi, dan anak – anak akan tertib mematuhi peraturan – peraturan kelas dalam belajar.
              Baca juga: Esensi pendidikan
                               Pengertian , fungsi dan tujuan pendidikan
B.     Latar Belakang Historis Perkembangan Sosiologi Pendidikan
Pada tahun 1883, Lester Frank Ward yang berpandangan demokratis, menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam memiliki kesempatan, khususnya dalam kesempatan memperoleh pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai faktor pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan. Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan dan wajib belajar di USA sekarang berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School.
Menurut Pavalko (Natawidjaja : 2008) uah pikiran Ward dijadikan landasan untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak” Sosiologi Pendidikan. Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan sosial dan sekaligus memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri.
Pada tahun 1928 Robert Angel mengkritik Educational Sociology dan memperkenalkan nama baru yaitu Sociology of Education dengan fokus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya, sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data dan informasi ilmiah, serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu itu sendiri. Durkheim (1858-1917) tokoh Sosiologi Prancis yang sangat terkemuka merupakan pelopor Sosiologi Pendidikan. Ia sekaligus menjadi Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan pada universitas Sorbonne. Pertanyaan pokok yang dikemukakannya berkisar sekitar fungsi pendidikan dalam kehidupan masyarakat. Diantara karya tulisnya yang masih up to date adalah Moral Education, Education and Sociology, The Evolution of Educational Thought
Di Inggris, pelopor Sosiologi-nya, yaitu Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan tokoh Darwinisme Sosial. Namun belakangan, di Inggris muncul aliran Sosiologi yang memfokuskan perhatiannya akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi sosial yang terjadi dalam ruang belajar. Bernstein, misalnya berusaha dengan jalan menyajikan lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Bernstein ini oleh oleh Karabel dijuluki sebagai atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused.
Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan masyarakat (khususnya melalui pendidikan persekolahan), dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Pada mulanya program pendidikan itu amat elitis, lama kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Diantara para pelopor pendidikan kita yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat pada waktu itu adalah Van Deventer, R. A. Kartini dan R. Dewi Sartika.
Dalam perkembangan selanjutnya, sejalan dengan perkembangan fokus perhatian dan teori sosiologi dewasa ini, terjadilah perubahan dalam nuansa Sosiologi Pendidikan ke arah yang lebih memperhatikan kepentingan warga masyarakat yang kurang beruntung.
Secara sepintas kelahiran dan perkembangan Sosiologi pendidikan yang dimulai pada akhir abad ke-19 dengan titik tolak yang berbeda antara kubu-kubu sosiologi di Eropa dan USA. Di USA bertolak dari keperluan untuk menangani masalah-masalah kesenjangan sosial, di Inggris untuk perbaikan praksis pendidikan, sedangkan di Prancis dan di Jerman untuk kepentingan akademik.
C.      Ruang Lingkup Dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
     1.     Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Sejak awal kelahirannya, tak ada perbedaan pandangan yang mendasar antara para ahli Sosiologi dan Ahli Pendidikan mengenai peran ilmu masing-masing dalam membangun Sosiologi Pendidikan. Mereka bersama-sama menggeluti dimensi sosial atau dimensi praksis dari pendidikan, yaitu tentang peran dan penerapan pendidikan dalam kehidupan masyarakat.
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa sesuai dengan namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational Sociology) adalah cabang Ilmu Sosiologi yang pengkajiannya diperlukan oleh professional di bidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan) dan para mahasiswa serta profesional sosiologi. Penyelenggaraannya bisa paralel di kedua jurusan yang bersangkutan atau untuk efisiensi biasanya diselenggarakan oleh jurusan Sosiologi tetapi bisa diakses bersama oleh mahasiswa kedua jurusan yang bersangkutan.
Brookover menjelaskan bahwa bidang kajian sociology of education meliputi: (1) hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain, (2) hubungan sekolah dengan komuniti sekitarnya, (3) hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan, dan (4) pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang.
a.       Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari :
1)     Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
2)     Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.
3)     Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan.
4)     Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
5)     Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok – kelompok dalam masyarakat.
b.    Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi :
1)     Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
2)     Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
c.       Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari :
1)     Peranan sosial guru.
2)     Sifat kepribadian guru.
3)     Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
4)     Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak – anak.
d.      Sekolah dalam komunitas, ya22 ng mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :
1)     Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
2)     Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar.
3)     Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
4)     Faktor – faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.
Sosiologi Pendidikan secara lebih operasional dapat diberi definisi sebagai cabang Sosiologi yang memusatkan perhatian dan mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi sosial antara orang-orang dalam satu unit pendidikan dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik. Kekayaan dan akses informasi Sosiologi Pendidikan dewasa ini lebih diperkuat lagi dengan penggunaan media elektronik yang semakin canggih. Meskipun demikian, pemanfaatan informasi-informasi itu oleh seseorang atau suatu masyarakat tergantung kepada cara pandang individu atau masyarakat yang bersangkutan tentang kondisi dan situasi yang terbentang di hadapannya (definisi situasi).
     2.     Fungsi Sosiologi Pendidikan
Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan dituntut melakukan 3 fungsi pokok.
1.      Fungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk itu diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang aktual, baik dari lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi.
2.      Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal (seperti perubahan kondisi demografi dan keberhasilan pembangunan) dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat kita melalui berbagai media komunikasi.
3.      Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan dan masalah penyelenggaraan pendidikan sendiri, misalnya berkaitan dengan otonomi pemerintahan, peralihan, dari struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri, dan tantangan-tantangan baru lainnya dalam kehidupan. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial diantara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya pada peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dengan komunitas sekitarnya dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
    D.     Landasan Sosiologi Pendidikan
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertaman bagi setiap manusia. Proses sosialisasi akan dimulai dari keluarga, dimana anak mulai mengembangkan diri.
Meskipun pendidikan formal telah mengambil sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak, tetapi pengaruh keluarga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal oleh anak. Dalam keluarga dapat ditanamkan nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Seperti kelompok keagamaan, organisasi pemuda dan pramuka, dan lain – lain.
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma social yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik.
1.      Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat.Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat. 
2.      Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
3.      Paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang. 2013. Online. https://www. academia. edu/ 5640062/ Landasan _Sosiologi_ Pendidikan. Diakses 4 November 2014

Natawidjaja, Rochman. 2008. Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press
Sosiologi pendidikan

0 Response to "Sosiologi pendidikan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close