PENGERTIAN MOTIVASI BERAFILIASI

PENGERTIAN MOTIVASI BERAFILIASI  
Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan berafiliasi adalah pertalian sebagai anggota atau cabang; perhubungan. Interaksi yang paling sederhana adalah interkasi satu arah yang satu memberi dan yang lain menerima ; dalam psikologi sosial kejadian tersebut disebut aksi, belum interaksi. Murray (Hall & Lindzey, 2004) mendefinisikan kebutuhan afiliasi adalah mendekatkan diri, bekerjasama atau membalas ajakan orang lain yang bersekutu (orang lain yang menyerupai atau menyukai subjek), membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang disukai, patuh dan tetap setia kepada seorang kawan. McClelland (1987) menyatakan bahwa kebutuhan berafiliasi adalah kehangatan dan sokongan dalam hubungan dengan orang lain. 

Motivasi  berafiliasi adalah hasrat untuk disukai dan diterima baik oleh orang-orang lain (dalam Robbins, 1996). Stanley (dalam Gellerman, 1984) menyatakan bahwa, afiliasi merupakan keinginan untuk bersatu dengan orang lain tanpa memperdulikan apapun kecuali kebersamaan yang jelas dapat diperoleh. Motivasi berafiliasi adalah kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Keadaan yang dirasakan tersebut merupakan suatu bentuk kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Perasaan kekurangan yang dirasakan bisa bersifat fisiologis, seperti kebutuhan akan makanan,atau yang bersifat psikologis seperti harga diri dan yang bersifat sosiologis, seperti aktualisasi diri dan afiliasi. 

Afiliasi menurut Poerwadarwinta (1986), adalah penggabungan, perkaitan, kerja sama, penerimaan sebagai anggota (suatu golongan masyarakat atau perkumpulan). Menurut Murray (dalam Hall dan Lindzey, 1993), motivasi berafiliasi adalah keinginan untuk mendekatkan diri, bekerja sama atau membalas ajakan orang lain yang bersekutu (orang lain yang menyerupai atau menyukai subjek), membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang disukai, patuh dan setia kepada seorang kawan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berafiliasi adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri setiap individu untuk melakukan interaksi dalam menjalin suatu ikatan dalam suatu lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan individu sebagai makhluk sosial. 
1)      Faktor-faktor yang memunculkan motivasi berafiliasi 
Maslow (dalam Koeswara, 1991) mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk yang tidak  pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Bagi manusia kepuasan itu sifatnya sementara, jika suatu kebutuhan telah terpuaskan yang lain akan muncul menuntut kepuasan, begitu seterusnya. Berdasarkan ciri yang demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan pada manusia adalah bawaan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat, dengan kebutuhan dasar fisiologis sebagai kebutuhan pertama, lalu seterusnya diikuti oleh kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan memiliki, kebutuhan akan rasa harga diri dan yang terakhir adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman jika relatif sudah terpuaskan, maka kebutuhan sosial untuk  jadi bagian dari kelompok sosial dan cinta muncul menjadi kebutuhan yang dominan. Orang sangat peka dengan kesedihan, pengasingan, ditolak lingkungan dan kehilangan sahabat atau cinta. Kebutuhan sosial ini terus penting sepanjang kehidupan manusia, mulai dari dalam kandungan sampai akhir hayat. Kebutuhan untuk melakukan interaksi dengan orang lain dikenal dengan konsep kebutuhan afiliasi.

McClelland (dalam As’ad, 1998) mengatakan bahwa kebutuhan afiliasi muncul akibat kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.

Kebutuhan akan kehangatan dan dukungan dalam hubungannya dengan orang lain, dimana kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain merupakan bentuk dari kebutuhan berafiliasi (Lindgren dalam As’ad, 2004).Budiardjo dkk. (dalam Listiana, 2002) menjelaskan kebutuhan afiliasi sebagai formasi hubungan sosial, keinginan untuk bergabung, beramah-tamah dan membentuk persahabatan. Orang-orangyang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berafiliasi biasanya memiliki kesenangan dari kasihsayang dan cenderung menghindari kekecewaan karena ditolak oleh suatu kelompok sosial.Secara individu, mereka cenderung berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan,rasa intim dan pengertian, siap untuk menghibur dan menyukai interaksi dan bersahabat denganorang lain.Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan berafiliasi adalah suatu kebutuhan untuk membentuk hubungan sosial secara hangat, memelihara,mengembangkan hubungan afeksi yang positif dan memperbaiki hubungan sosial dengan oranglain, sehingga individu memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi akan cenderung untuk menghindari kekecewaan karena ditolak dalam kelompok sosial, serta berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan dan positif.

Afiatin & Martaniah (1998), mengemukakan bahwa faktor-faktor  kebutuhan berafiliasi adalah sebagai berikut; (a) Kebutuhan afiliasi sebagai kebutuhan sosial juga tidak luput dari pengaruh kebudayaan, nilai-nilai yang berlaku pada suatu tempat ataupun kebiasaan-kebiasaan. Dalam masyarakat yang menilai tinggi kebutuhan berafiliasi, akan mengakibatkan pengembangan dan pelestarian kebutuhan tersebut, sebaliknya jika kebutuhan tersebut tidak di nilai tinggi, itu akan menipis dantidak akan tumbuh subur.Kebudayaan Timur menganggap afiliasi sebagai hal yang sangat penting, misalnya di Indonesiagotong-royong sangat dianjurkan, gotong-royong adalah suatu bentuk afiliasi; (b) Situasi yang Bersifat Psikologik Seseorang yang tidak yakin akan kemampuannya atau tidak yakin pendapatnya, akan merasa tertekan, rasa tertekan ini akan berkurang jika dilakukan pembandingan sosial. Kesempatan untuk meningkatkan diri melalui pembandingan dengan orang akan meningkatkan afiliasi, dan bila orang tersebut dalam pembandingan ini merasa lebih baik, ini akan lebih menguatkan sehingga menghasilkan afiliasi yang lebih besar.Keinginan untuk berafiliasi akan meningkat kalau orang dalam keadaan bimbang yang bertingkat sedang dan yang bertingkat tinggi (Afiatin & Martaniah 1998); (c)  Perasaan dan Kesamaan Remaja yang mempunyai kebutuhan akan afiliasi yang tinggi lebih suka menyeragamkan diri,daripada mempunyai kebutuhan berafiliasi yang rendah. Pengaruh faktor-faktor persamaan dan kesamaan dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh dapat dilihat bahwa orangyang memiliki kesamaan pendidikan, kesamaan status, kesamaan kelompok etnik lebih tertarik satu sama lain dan saling membentuk kelompok, misalnya kelompok perguruan tinggi tertentu,kelompok profesi tertentu, kelompok suku tertentu dan lain sebagainya. Orang yang kesepian akan lebih terdorong membuat afiliasi daripada orang yang tidak kesepian, juga orang yangkurang mempunyai perasaan aman akan terdorong untuk membuat afiliasi daripada orang yangmempunyai perasaan aman tinggi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yangmempengaruhi kebutuhan berafiliasi ialah kebudayaan atau nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan,situasional yang bersifat psikologik serta perasaan dan kesamaan. 

2)      Tujuan motivasi berafiliasi 
McClelland (1987) menyatakan bahwa kebutuhan berafiliasi adalah sebagai kebutuhan untuk mengembangkan afeksi yang positif. Afiliasi adalah suatu bentuk kebutuhan akan pertalian dengan orang lain, pembentukan persahabatan, ikut serta dalam kelompok-kelompok tertentu, kerja sama dan kooperasi (Chaplin,2002). 

Motivasi berafiliasi adalah kebutuhan untuk berhubungan dan menjalin ikatan sosial dengan orang lain. Afiliasi mencakup kebutuhan seseorang untuk menjalin pertemanan, mencintai dan perasaan bahwa seseorang merupakan bagian dari kelompok sosial. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang cenderung akan mengalami distres. Perbedaan Individual Pada sebagian orang, kebutuhan afiliasinya lebih tinggi dari orang lain. Salah satu bentuk tes psikologi yang dapat mengungkap kebutuhan afiliasi ini adalah Thematic Apperception Test (TAT).TAT adalah tes proyektif (subyek diminta untuk menresppon stimulus yang ambigu) yang mampu menunjukkan motif dan trait personalnya. .Perbedaan Individual Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi ditunjukkan dengan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk aktivitas interpersonal. Need for Intimacy Motif afiliasi terdiri atas beberapa kebutuhan.

Mc Adams (1980,1982) berpendapat bahwa Need for Intimacy merupakan komponen motif afiliasi yang sangat penting. Need for Intimacy adalah kebutuhan untuk saling terbuka dan hubungan yang hangat dengan orang lain, yang dapat ditunjukkan dalam komunikasi yang terbuka. (Arqa : 2007) 

3)      Motivasi berafiliasi di sekolah dasar 
Motivasi berafiliasi peserta didik di sekolah dasar ditentukan oleh pola komunikasi yang dibangun oleh elemen di sekolah tersebut melaui metode pendidikan dan pengajaran. menurut David popenoe (2004, 182), mengemukakan pendapat yang lebih terperinci mengenai fungsi pendidikan sekolah. Menurut beliau ada empat macam fungsi itu, yaitu: 
1.      Transmisi kebudayaan masyarakat
2. Menolong individu memilih dan melakukan peranan sosialnya
3. Menjamin integrasi social
4. Sebagai sumber inovasi social

Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan formal mempunyai peran besar bagi keberlangsungan proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “ Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.” Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar (Tahun 2007 Semester I&II) dijelaskan bahwa “Tujuan Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.” Membekali peserta didik agar cerdas secara intelektual pengetahuan dan sosial merupakan peran guru di sekolah. Maka guru sebagai pengajar maupun pendidik memiliki peran besar terhadap siswa dan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. 

Proses berafiliasi di sekolah dasar didasari oleh beberapa faktor, menurut Soekanto (2009) ada 6 faktor yang menyebabkan munculnya motivasi bersosialisasi seperti sugesti, imitasi, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati. 
1. Imitasi, adalah tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku, atau penampilan fisik seseorang secara berlebihan. sebagai suatu proses, adakalanya imitasi berdampak positif apabila yang ditiru tersebut individu-individu yang baik menurut pandangan umum masyarakat. Akan tetapi, imitasi bisa juga berdampak negatif apabila sosok individu yang ditiru berlawanan dengan pandangan umum masyarakat. contoh : seorang siswa meniru penampilan artis terkenal, seperti rambut gondrong, memakai anting, dan kalung secara berlebihan. Tindakan seperti itu akan mengundang reaksi dari lingkungan sosial yang menilai penampilan itu sebagai urakan atau tidak sopan. 

2. Sugesti, adalah pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti pengaruh atau pandangan itu dan akan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya diperoleh dari orang-orang yang berwibawa dan memiliki pengaruh besar di lingkungan sosialnya. Akan tetapi, sugesti dapat pula berasal dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, ataupun orang dewasa terhadap anak-anak. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat tergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang. sebagai contoh Pimpinan partai politik melakukan kampanye di hadapan pendukungnya agar memilih partai politiknya. Tindakan itu dilakukan untuk meyakinkan dan memengaruhi orang banyak agar mengikuti partainya. 

3. Identifikasi, adalah kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola ( kata idol berarti sosok yang dipuja ). Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya amat kuat. Misalnya, seorang remaja mengidentifikasikan dirinya dengan seorang penyanyi terkenal yang ia kagumi. Lalu, ia akan berusaha mengubah penampilan dirinya agar sama dengan penyanyi idolanya, mulai dari model rambut, pakaian, gaya bicara, bahkan sampai makanan kesukaan. Pada umumnya, proses identifikasi berlangsung secara kurang disadari oleh seseorang. Namun, yang pasti sang idola yang menjadi sasaran identifikasi benar-benar dikenal, entah langsung (bertemu, berbicara) ataupun tidak langsung (melalui media informasi). 

4. Simpati, adalah suatu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Rasa tertarik ini didasari atau didorong oleh keinginan-keinginan untuk memahami pihak lain untuk memahami perasaannya ataupun bekerja sama dengannya. Dibandingkan ketiga faktor interaksi sosial sebelumnya, simpati terjadi melalui proses yang relatif lambat.Namun, pengaruh simpati lebih mendalam dan tahan lama. Agar simpati dapat berlangsung, diperlukan adanya saling pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu terbuka mengungkapkan pikiran ataupun isi hatinya. Sedangkan pihak yang lain mau menerimanya. Itulah sebabnya, simpati menjadi dasar hubungan persahabatan. 

5. Motivasi, merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulasi yang diberikan seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi motivasi menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan itu secara kritis, rasional, dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, atau kelompok kepada individu. Wujud motivasi dapat berupa sikap, perilaku, pendapat, saran, dan pertanyaan. Penghargaan berupa pujian guru kepada siswa berprestasi tinggi merupakan motivasi bagi siswa untuk belajar lebih giat lagi. Motivasi diberikan oleh orang-orang yang kedudukan atau statusnya lebih tinggi dan berwibawa. Mereka memiliki unsur-unsur keteladanan dan panutan masyarakat. misalnya : seorang ayah yang baik dan bijaksana, serta memberikan kasih sayangnya kepada anak dan istrinya adalah tokoh yang patut disegani bagi seluruh anggota keluarganya. apa yang dilakukan ayah akan menjadi motivasi bagi keluarganya untuk berbuat dan berperilaku sebaik ayahnya. contoh lain seorang kepala daerah yang berwibawa penuh kharisma menjalankan pemerintahan didaerahnya melalui serangkaian proses sosial untuk memotivasi warga agar berperan aktif dalam membangun daerah yang lebih sejahtera. 

6. Empati, adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain. Baik suka maupun duka. Contohnya, kalau kita melihat orang mendapat musibah sampai luka berat, seolah-olah kita ikut menderita. kita tidak hanya merasa kasihan terhadap orang yang terkena musibah itu tetapi juga ikut merasakan penderitaannya. Demikian juga, kalau seorang teman dekat kita ada yang meninggal dunia, kita merasa kehilangan seolah-olah saudara kita sendiri yang meninggal dunia 

Anak pada usia SD mulai belajar tidak bergantung pada lingkungan keluarga. Anak (siswa) SD mulai untuk belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial diantara teman sebaya. Proses pembelajaran dalam memasuki kelompok sebaya merupakan proses pembelajaran “kepribadian sosial” sehingga muncul suatu kebutuhan dan dorongan untuk melakukan interaksi yang menjadi sebab munculnya motivasi berafiliasi. Sekolah merupakan tempat yang kondusif bagi kebanyakan siswa untuk belajar bergaul dan bekerja bersama teman sebaya.
ARTIKEL TERKAITA : MOTIVASI BELAJAR 
Demikianlah Artikel Tentang Pengertian Motivasi Berafiliasi Semoga Bermanfaat

0 Response to "PENGERTIAN MOTIVASI BERAFILIASI"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close