PERAN SOSIAL GURU
Friday 1 April 2016
Add Comment
PERAN SOSIAL GURU
A. Pengertian Peran Sosial Guru Guru adalah pendidik dan pengajar di sekolah, secara lebih rinci pengertian guru sebagai berikut: Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional 1989 Pasal 27 ayat 3 (tiga) dinyatakan bahwa guru ialah tenaga pengajar yang merupakan tenaga pendidik khusus diangkat dengan tugas utama mengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Menurut UU nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 3 (tiga) disebutkan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen. Menurut pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan menurut UU nomor 14 tahun 2005 tetang guru dan dosen pasal 2 (dua) ayat 1 (satu) guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut UU nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 3 kompetensi tenaga kependidikan sebagai agen pembelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a. kompetensi pedagogik;
b. kompetensi kepribadian;
c. kompetensi profesional; dan
d. kompetensi sosial.
Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kependidikannya, maksudnya hal-hal yang berkaitan dengan kependidikan telah menjadi bagian dari penguasaan kemampuannya, baik secara teori maupun praktek. Kompetensi kepribadian adalah sebagai seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang mendukung bidang kependidikannya. Kepribadian terbentuk selain berasal dari pembaruan juga merupakan hasil dari pembinaan setelah menyelesaikan pendidikannya atau pada saat pendidik telahberperan sebagai tenaga kependidikannya. Kompetensi profesional berkaitan dengan keahliannya memerlukan pembinaan yang cukup lama misalnya jenjang DII minimal 2 tahun; jenjang DIII minimal 3 tahun; dan jenjang S1 minimal 4 tahun, jenjang S2 minimal 6 tahun. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berperan sebagai anggota kelompok sosial. Untuk itu seorang guru harus dapat berhubungan social dengan murid, dengan sesama guru, dengan kepala sekolah (stekeholder), dengan orang tua murid dengan masyarakat secara luas. Menurut Bahar (1989:148) peran sosial adalah pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dan dipegang teguh oleh masyarakat tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas bahwa guru adalah pendidik dan pengajar di sekolah dasar dan menengah, bahkan menurut undang-undang guru dan dosen lebih rinci disebutkan sebagai tenaga profesional selain di sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi peranan guru yang diharapkan oleh masyarakat selain mendidik dan mengajar di lembaga sekolah, masih ada peran-peran yang lain misalnya sebagai seorang istri/suami; ibu; pekerja rumah tangga, mahasiswa, pejabat, anggota klub olah raga, anggota klub kesenian dan lain sebagainya
B. Peran Sosial Guru Terhadap Murid
Peran sosial guru terhadap murid cukup banyak, selain berperan sebagai pendidik juga sebagai pengajar. Menurut W.F. Connel dalam Parsono dkk (1990:5.33) peran seorang guru (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (leaner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
Dari beberapa peran tersebut, berkaitan dengan murid peranannya adalah (1) pendidik, (2) model, (3) pengajar dan pembimbing. Sedangkan peran keempat, kelima keenam dan ketujuh tidak berkaitan dengan murid.
1. Pendidik
Pendidik adalah personnya atau perorangannya, sedangkan mendidik adalah kegiatannya. Pengertian mendidik dimaksudkan usaha yang dengan sengaja diadakan dengan mempergunakan alat pendidikan untuk membantu anak menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab (Bratanata dkk 1973:6). Tujuan dari mendidik adalah membantu anak mencapai manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan peran untuk pembentukan kedewasaan dan bertanggung jawab, maka seorang guru harus sudah dewasa dan memiliki tanggung jawab.
2. Peran sebagai model
Model dimaksudkan sebagai contoh bagi murid-muridnya. Guru sebagai model maka tingkah laku perbuatan, tutur kata hendaknya sesuai dengan norma yang dianut masyarakat, bangsa, dan negara. Karena nilainilai dasar negara adalah pancasila, maka tingkah laku guru atau pendidik harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
3. Pengajar dan Pembimbing
Sebagai pengajar, guru melaksanakan tugas mengajar. Yang dimaksudkan dengan pengajaran ialah kegiatan sekolah yang ditunjukkan pada perkembangan daya intelektual dan penggunaan kecerdasan anak (Bratanata dkk. 1973:103). Jadi sebagai pengajar guru berperan membantu perkembangan intelektual dan kecerdasan murid (anak didik). Sebagai pembimbing artinya orang yang melaksanakan kegiatan bimbingan.
Adapun arti bimbingan menurut pasal 25 ayat 1 (satu) PP nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar adalah merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Jadi guru yang berperan sebagai pembimbing adalah guru yang memberikan bantuan kepada murid untuk mengenal dirinya (pribadi), mengenal lingkungannya agar dapat merencanakan masa depan. Menurut Ravik Karsidi (2001:81) peran guru terhadap anak didik adalah sebagai pendidik dan pengajar. Peran sebagai pendidik guru memiliki otoritas tinggi dan juga memiliki kewibawaan.
Dalam hal tertentu guru dapat mengatur murid-muridnya, misalnya pada saat situasi gaduh, maka guru berusaha menenangkan murid agar berkaitan murid dapat terpupuk pada kegiatan belajar pada saat itu. Wibawa atau gezag, adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan tidak merasa/diharuskan dari luar, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan (H. Abu Ahmadi dan Nur Ubiyati, 1991:57).
Pendidikan salah satu fungsinya untuk pembentukan kepribadian, maka pengaruh dan kemauan dari pendidik (guru) kepada anak didik agar mengikuti pada hal-hal yang diinginkan guru sangat diperlukan. Bahkan untuk mengikuti kemauannya dilakukkan secara suka rela dan penuh kesadaran, sejauh yang diinginkan oleh guru adalah hal-hal yang positif yang bermanfaat bagi dirinya (anak didik).
Agar tugas guru sebagai pendidik dan pengajar dapat berhasil sangat diperlukan adanya kewibawaan dan juga keteladanan. Hal ini sesuai dengan mekanisme belajar yang dikemukakkan oleh David O.Sears (1985) dalam Ravik Karsidi (2001:81) yaitu : “1) asosiasi atau classical conditioning; 2) reinforcement; 3) imitasi.” Asosiasi atau classial conditioning adalah mengasosiasikan antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain atau memberikan kondisi secara klasikal. Sebagai contoh mengasosiasikan “Nazi” dengan kejahatan kemanusiaan, karena melakukkan kejahatan perang yaitu melakukkan pembunuhan dengan keji tanpa melalui proses hukum. Peristiwa Nazi sebagai kondisi yang ditampilkan untuk menghubungan adanya kejahatan yang mengerikan. Reinforcement yaitu menampilkan perilaku tertentu dengan disertai hal yang menyenangkan misalnya dengan memberikan pujian kepada perilaku yang positif, agar kemudian perilaku tersebut dapat diulang lagi.
Sebagai penguatan adalah pujian yang diberikan. Imitasi adalah sikap peniruan. Sering kali orang melakukan peniruan sikap dan perilaku kepada hal yang menjadi model. Karena guru berperan menjadi model murid-muridnya maka perilaku dan tutur kata seorang guru memberi contoh berpakaian yang sopan dan rapi itu seperti apa. Pendidikan dan pembelajaran di sekolah diperlukan adanya ketauladanan dan kewibawaan dari seorang guru. Agar dapat menciptakan kedisiplinan dan kelancaran proses belajar mengajar. Kewibawaan seorang guru merupakan syarat mutlak dalam membimbing dan mendidik dapat berjalan apabila ada kepatuhan secara suka rela dari murid kepada guru yang memiliki kewibawaan. Menurut S. Nasution dalam Revik Karsidi (2001: 83) kewibawaan dan kepatuhan merupakan hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin. Selain sebagai pendidik, model, pengajar dan pembimbing Cole S. Brembeck dalam Bahar 91989:148-149) juga mengemukakan peran sosial guru di sekolah berkaitan murid;
1. Guru sebagai alat peraga
Ini merupakan istilah yang digunakan oleh Bahar, sebab guru-guru berada diantara murid dan mata pelajaran. Istilah ini menurut para ahli media bukan sebagai alat peraga, melainkan sebagai media. Pengertian alat peraga dengan media berbeda, media lebih luas dibandingkan hanya sekedar alat peraga. Sebagai media maka guru agar dapat berperan dengan baik, maka harus memiliki antara lain: penguasaan materi, kurikulum yang dipakai, metode pembelajaran, ilmu jiwa belajar, hukum belajar mengajar dan lain-lain.
2. Guru sebagai penguji
Guru sebagai penguji maksudnya adalah melakukan penilaian atau evaluasi terhadap perkembangan hasil belajar murid-muridnya. Menurut pasal 58 ayat 1 (satu) UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan : evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Sedangkan menurut undang-undang guru dan dosen UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih lanjut menurut Kompas tanggal 16 April 2007 disebutkan : “... Prosedur operasional standar UN 2007 menetapkan, kelulusan siswa harus dibicarakan dalam rapat dewan guru” dari beberapa ketentuan di atas menunjukkan bahwa guru melaksanakan evaluasi terhadap peserta didik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar bahkan guru-guru berperan menentukan kelulusan murid-muridnya.
3. Guru sebagai pengganti orang tua
Di sekolah guru-guru dapat memainkan peranan sebagai pengganti orang tua atau dengan kata lain guru adalah orang tua di sekolah. Sehingga segala sesuatu yang terjadi di sekolah merupakan tanggung jawab guru, dalam hal ini berkaitan dengan kesejahteraan dan keamanan anak-anak baik dalam memperoleh pengetahuan maupun norma-norma lain seperti agama, negara, dan masyarakat.
4. Guru sebagai penasehat siswa
Sebagai penasehat, memiliki peran membantu siswa dalam perencanaan akademis maupun dalam hal memecahkan masalah-masalah lain yang ada di sekolah. Saat ini peranan tersebut juga dikatakan sebagai pembimbing di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Narwoko Dwi dan Suwanto Bagong. Sosiologi teks pengantar dan terapan.: Kencana (Prenada Media Group)
PERAN SOSIAL GURU
0 Response to "PERAN SOSIAL GURU"
Post a Comment