PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
Tuesday 8 March 2016
Add Comment
PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
A. Manajemen
Dan Disiplin Kelas
1. Manajemen
Kelas
Manajemen kelas mengacu pada kombinasi
strategi yang diterapkan guru dengan faktor pengorganisasian kelas untuk
membentuk lingkungan belajar yang produktif. Termasuk didalamnya penetapan peraturan
sekolah dan kelas, respon guru terhadap perilaku anak didik serta arahan yang
membentuk iklim belajar yang kondusif. Disiplin melibatkan tindakan guru dalam
menanggapi perilaku anak didik yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan
lingkungan atau mengganggu kesempatan untuk belajar.
2. Penanganan
masalah
Orang tua, kepala sekolah, dan guru
harus menanggapi permasalahan disiplin anak didik sebagai permasalahan yang
penting di sekolah Ada 3 alasan utama penyebab munculnya permasalahan:
a. Faktor sosiologis
Kebanyakan
anak tumbuh dalam sebuah keluarga dimana ayah dan ibu bekerja di luar atau
tumbuh dalam keluarga dengan orang tua tunggal. Hal ini mengakibatkan banyak
anak menghabiskan waktunya melakukan hal lain selain belajar.
b. Daya dan upaya
Dalam
beberapa hal, lebih mudah menggunakan manajemen kelas model laissez-faire, jika
anak didik tidak mengacaukan kelas dan beberapa perintah yang diberikan
dilaksanakan, maka guru mengabaikan perilaku anak didik.
c. Kekurangan informasi
Pada
umumnya, guru hanya mengetahui sedikit cara dan intuisi untuk mengarahkannya
dalam membuat keputusan manajerial. Pada dasarnya, telah ada beberapa hasil
penelitian tentang manajemen kelas yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengembangkan strateginya dalam pengelolaan kelas.
3. Tujuan
Manajemen Kelas
Ketika guru mengelola kelas, mereka
mempunyai dua tujuan utama, yaitu
a. Menciptakan lingkungan/situasi belajar
yang baik.
b. Mengembangkan rasa tanggung jawab serta
kemampuan mengatur diri sendiri pada diri anak didik
B. Perencanaan:
Kunci Pencegahan Masalah Manajemen
Langkah
pertama dari suatu manajemen kelas yang efektif adalah menyusun dan mengatur
seperangkat prosedur dan peraturan dengan baik. Dalam perencanaan prosedur,
guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
1. Karakteristik
anak didik
Anak didik berpikir, bertindak, dan
merasakan dengan cara yang berbeda berdasarkan tingkat perkembangan
intelektual, psikososial, dan moral. Anak didik pada kelas yang berbeda
menginterpretasikan dan merespon peraturan dan prosedur dengan cara yang
berbeda pula, dan guru harus mengantisipasi perbedaan ini saat membuat
perencanaan.
2. Lingkungan
fisik
Evertson (1987) mengidentifikasi tiga
aspek lingkungan fisik yang harus dipertimbangkan saat guru membuat
perencanaan.
a. Jarak Pandang (Invisibility)
Ruangan
harus ditata sedemikian rupa agar setiap anak didik dapat melihat papan tulis,
layar proyektor, atau alat lainnya.
b. Mudah dijangkau (Accessibility)
Ruangan
harus ditata sedemikian rupa untuk memudahkan akses ke beberapa area di dalam
kelas. Akses ke area yang sering dilalui, seperti pintu kelas, area penyimpanan
harus selalu kosong dan terpisah satu sama lain. Anak didik harus memiliki
tempat penyimpanan hasil kerja mereka tanpa mengganggu satu sama lain.
c. Gangguan (Distractibility)
Unsur
lingkungan kelas yang membuat guru kesulitan memperoleh perhatian anak didiknya
harus diminimalisir. Termasuk di dalamnya gangguan dari luar kelas, pergerakan
di dalam kelas, dan pola tempat duduk anak didik.
Adapun
perencanaan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan masalah dalam manajemen
kelas yaitu :
1. Mendirikan prosedur
Prosedur
menciptakan rutinitas pada anak didik dalam aktivitas sehari-hari seperti
mengerjakan tugas, meraut pensil, dan peralihan dari satu aktivitas ke
aktivitas lain. Manajer yang efektif merencanakan dan mengajarkan prosedur
hingga prosedur itu berjalan otomatis. Prosedur ini terlihat sederhana namun
berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di kelas.
2. Menciptakan peraturan yang efektif
Peraturan
yang menyediakan standar perilaku bagi anak didik sangat penting. Penelitian
menegaskan pentingnya standar perilaku tersebut untuk menciptakan lingkungan
belajar yang diinginkan (Emmer et al, 1994; Evertson et al, 1994). Anak didik
di sekolah yang efektif memandang peraturan dan guru sebagai sesuatu yang baik
dan dibutuhkan meskipun mereka tidak menyukai beberapa peraturan dan hukuman
tersebut (Wayson & Lasley, 1984). Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menciptakan peraturan yaitu :
a. Konsistensi kelas-sekolah
Peraturan kelas dan
sekolah harus konsisten. Hal ini mengingatkan pada guru agar menyesuaikan
peraturan yang dibuatnya dengan peraturan di sekolah.
b. Kejelasan
Peraturan harus
dinyatakan dengan jelas agar tidak memiliki interpretasi yang banyak.
c.
Pernyataan
positif
Peraturan dengan
pernyataan positif menghasilkan iklim positif yang diharapkan dan mendorong
berkembangnya rasa tanggung jawab.
d.
Daftar
singkat
Buatlah daftar peraturan
yang singkat, empat atau lima poin. Agar peraturan berjalan efektif, anak didik
harus sering diingatkan dan menyadari kalau salah satu peraturan dilanggar.
e. Masukan anak didik
Beri kesempatan pada
anak didik untuk memberi masukan dalam membuat peraturan. Hal ini memberi
beberapa keuntungan:
1) Menimbulkan
rasa memiliki, sehingga anak lebih memiliki keinginan untuk mematuhi peraturan.
2) Lebih
menegaskan kontrol internal dan eksternal.
3) Membantu
anak didik memahami makna (misalnya rasa hormat dan tanggung jawab) dibalik peraturan
yang ada.
4) Melatih
anak didik untuk berpikir moral dan membantu mereka untuk mengembangkan
penalaran moral yang lebih baik.
C. Membuat
Peraturan Dan Prosedur Kerja
1.
Peraturan
dan prosedur mengajar
Mengajarkan peraturan dan prosedur pada
anak didik sangat penting untuk anak didik yang masih muda yang belum tahu atau
lupa dengan peraturan yang ada. Untuk anak didik yang lebih tua, mengajarkan
peraturan dan prosedur disertai penjelasan tentang perlunya peraturan tersebut.
Peraturan tidak hanya disampaikan atau diumumkan, tapi diajarkan secara eksplisit,
sebagai sebuah konsep atau prinsip, dan menjelaskan alasan perlunya peraturan
tersebut.
2.
Pengawasan
terhadap peraturan dan prosedur
Meskipun peraturan dan prosedur telah
dijalankan dengan baik, pengawasan tetap harus dilakukan secara konsisten, seperti
halnya latihan dan respon balik dalam pembelajaran (Emmer et al, 1994; Evertson
et al, 1994).
D. Pencegahan
Masalah: Pelaksanaan Rencana
1. Karakteristik
guru
Guru yang efektif
memiliki pribadi yang bervariasi. Tipe yang satu bukan berarti lebih baik dari
yang lainnya, namun mereka biasanya memiliki tiga karakteristik yang sama
a. Peduli : landasan suasana kelas yang
positif
Mereka
memberi gambaran kepedulian guru sebagai seseorang yang:
1) Mendengar dan melihat hal-hal dari
sudut pandang anak didik.
2) Menciptakan lingkungan belajar yang
aman dan terkendali.
3) Memberikan tugas yang masuk akal untuk
diselesaikan.
b. Tegas : membantu anak didik
mengembangkan rasa tanggung jawab
Ketegasan
berarti melihat anak didik sebagai sosok yang mampu melaksanakan tanggung jawab
dan memperlakukan mereka secara bertanggungjawab pula sesuai tindakan mereka.
c. Demokrasi: perpaduan kepedulian dan
ketegasan
Rudolph
Dreikurs (1968), seorang psikiater yang dikenal sebagai ahli dalam kedisiplinan
anak didik berpendapat bahwa ketegasan yang dipadukan dengan kepedulian adalah
salah satu karakter guru yang demokratis.
2. Permulaan
tahun ajaran baru
Penelitian secara konsisten menunjukkan
bahwa permulaan ajaran baru adalah periode yang paling penting untuk membentuk
pola perilaku anak didik. Evertson (1987, p. 69) menekankan bahwa hari pertama
sekolah memiliki keistimewaan tersendiri bagi guru dan anak didik. Saat inilah
peraturan, rutinitas, dan hal yang ingin dicapai dibentuk. Kesan pertama anak
didik pada guru, kelas, dan standar yang diharapkan dapat berpengaruh panjang
pada sikap mereka dan cara mereka terlibat dengan tugas-tugas.
3. Kemampuan
manajemen yang mendasar
a. Organisasi
Periode
permulaan pelajaran dan transisi antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya
merupakan dua waktu dimana anak didik bisa jadi tidak melakukan apa-apa. Pengorganisasian
yang baik dapat memaksimalkan keterlibatan belajar anak didik dan mengurangi
waktu yang terbuang yang dapat mengarahkan pada munculnya permasalahan
manajemen.
b. Pergerakan dalam proses pembelajaran
Kategori
yang kedua dari kemampuan yang mendasar dalam mencegah perilaku menyimpang yang
dapat mengganggu aktivitas pembelajaran adalah pergerakan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran menekankan hubungan yang kuat antara
manajemen yang efektif dan instruksi yang efektif.
c. Komunikasi dengan anak didik
Komunikasi
merupakan sesuatu yang penting dalam proses pembelajaran. Komunikasi dapat dilakukan
secara verbal dan non verbal.
4. Komunikasi
Dengan Orang Tua
Komunikasi
dengan orang tua sangat penting, terutama pada anak didik yang berasal dari
budaya, etnik, sosioekonomi yang beragam.
a. Komunikasi: mendorong keterlibatan
orang tua
Hubungan
antara sekolah dan keluarga merupakan hal yang perlu ditekankan dalam proses
pendidikan. Karena pentingnya pengaruh lingkungan keluarga dalam pembelajaran
di sekolah, guru harus mengembangkan strategi untuk lebih melibatkan orang tua
dalam kehidupan akademik anak didik. Hal ini berarti guru harus lebih dari
sekedar pertemuan tahunan orangtua-guru dan bekerjasama dengan orang tua untuk
mengetahui kualitas belajar anak didik di rumah. Guru harus mendorong orang tua
untuk terlibat dalam laju akademik anak didik dari hari ke hari, membantu
mereka dengan pekerjaan rumah, mengawasi tontonan anak, bercerita (bacaan) pada
anak mereka, dan menunjukkan harapan mereka bahwa anak mereka akan mencapai
kesuksesan akademik (Wang et al, 1993, p. 278-279).
b. Keuntungan komunikasi
Penelitian
menunjukkan bahwa anak didik memperoleh keuntungan dari kerjasama
keluarga-sekolah setidaknya dalam empat hal:
1) Hasil akademik yang lebih tinggi.
2) Sikap dan perilaku yang lebih positif.
3) Rata-rata kehadiran meningkat
4) Keinginan mengerjakan pekerjaan rumah
lebih besar. (Epstein, 1990; Weinstein & Mignano, 1993.
c. Penghalang dalam keterlibatan orang tua
Keterlibatan
orang tua dalam pendidikan anaknya merupakan hal yang sangat diinginkan tapi
hal ini tidak terjadi secara otomatis. Halangan dalam ekonomi, budaya, dan
bahasa dapat menjadikannya lebih sulit.
1) Penghalang ekonomi. Hal yang biasanya muncul adalah
pekerjaan. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian orang tua, ekerjaan mereka
mencegah mereka untuk membantu pekerjaan rumah anaknya. Orang tua lainnya, yang
kurang aktivitas ekonominya, memberi kesempatan pada mereka untuk lebih aktif
dalam aktivitas sekolah. Orang tua tersebut mengungkapkan keinginan mereka
untuk terlibat dalam persekolahan anak mereka, namun sekolah harus fleksibel
memberi bantuan dan dorongan (Epstein, 1990).
2) Penghalang budaya. Ketidak serasian antara budaya
keluarga dan budaya sekolah juga dapat menjadi penghalang (Delgado-Gaiton,
1992; Harry, 1993). Anak didik bisa saja berasal dari keluarga dimana orang
tuanya memiliki pengalaman dari sekolah yang berbeda dengan sekolah yang
sekarang. Selain itu beberapa orang tua bisa saja hanya menyelesaiakan
pendidikan dasar atau memiliki pengalaman buruk saat bersekolah.
3) Penghalang bahasa. Bahasa dapat menjadi penghalang besar
untuk kefektifan kerjasama keluarga-sekolah. Banyak orang tua dari anak kelas
bilingual tidak mampu berbahasa inggris. Ini membuat komunikasi menjadi sulit.
Pekerjaan rumah menjadi masalah tersendiri karena orang tua tidak mampu
membantu anak didik (Delgado-Gaiton, 1992).
d. Strategi untuk melibatkan orang tua
1) Komunikasi sejak dini
Buka
jalinan komunikasi secepatnya dengan orang tua anak didik. Komunikasi yang
positif dan dilakukan sejak dini merupakan awal yang baik untuk tahun pertama.
2) Pertahankan komunikasi
Komunikasi
yang positif dan dilakukan sejak dini merupakan awal yang baik untuk tahun
pertama. Usaha yang berkelanjutan akan membantu untuk mempertahankan komunikasi
yang telah dijalin. Guru harus tetap memberi laporan pada orang tua dan tetap
menjalin komunikasi sehingga hubungan keluarga-sekolah tetap terjaga.
E. Intervensi:
Berurusan Dengan Perilaku Menyimpang
1. Pendekatan
perilaku untuk mengintervensi
Dua buah keputusan harus dibuat saat
menggunakan pendekatan perilaku dalam mengatur intervensi/campur tangan. Pertama, laksanakan konsekuensi, anak
didik mengikuti perilaku yang berpengaruh pada perilaku di masa yang akan
datang, difokuskan pada perilaku yang diinginkan atau menyingirkan perilaku
yang tidak diinginkan. Kedua,
konsekuensi individu atau kelompok. Konsekuensi individu berguna untuk perilaku
yang muncul pada sebagian kecil anak didik. Konsekuensi kelompok berkaitan
dengan perilaku secara berkelompok.
2.
Petunjuk
untuk sukses dalam mengintervensi
Intervensi dalam penanganan masalah di
kelas tidaklah pernah mudah. Beberapa petunjuk dasar yang dapat membantu
diantaranya:
a. Ringkas
Saran
pertama ialah usahakan agar sesingkat mungkin. Peneliti telah mendokumentasikan
hubungan yang negatif antara waktu yang digunakan dalam pendisiplinan dengan
prestasi anak didik.
b. Tindak lanjut
Melakukan
tindak lanjut adalah hal yang sulit. Salah satu alasan munculnya masalah dalam
manajemen adalah guru kadang kala menyerah. Tanpa tindak lanjut, keseluruhan
sistem manajemen akan hancur. Hal ini menjadi alasan mengapa hari pertama
sekolah merupakan hal yang sangat penting. Jika guru melakukan tindak lanjut
sejak pertama, manajemen akan berjalan dengan lebih mudah hingga akhir tahun
ajaran.
c. Konsisten
Kebutuhan
akan konsistensi sangatlah jelas meskipun konsistensi yang sempurna dalam dunia
pengajaran adalah hal yang mustahil. Pada kenyataannya, penelitian
mengindikasikan bahwa intervensi harus dikontekstualkan, yakni bergantung pada
anak didik dan situasi yang spesifik.
d. Hindari berdebat
Hal
penting lainnya dalam intervensi adalah hindari berdebat dengan anak didik.
Guru tidak pernah “memenangkan” perdebatan. Guru bisa menegaskan otoritas
mereka tapi dapat menimbulkan kebencian dan dapat berkembang menjadi masalah
yang lebih besar.
e. Jaga martabat anak didik
Berdebat,
menegur dengan suara keras di depan kelas, mengkritik di depan umum, dan
mengejek, kesemuanya dapat memperkuat perilaku menyimpang. Hal tersebut dapat
menempatkan anak didik pada posisi yang memalukan.
3. Intervensi
yang berangkai
Gangguan
sangat bervariasi, mulai dari insiden yang terisolasi seperti anak didik yang
berbisik sesaat pada teman sebelahnya saat kelas tanpa suara, hingga
pelanggaran berat seperti mengusik atau menendang anak didik lainnya. Karena
pelanggaran bervariasi, guru juga harus bereaksi secara bervariasi. Manajemen
intervensi dilakukan secara berangkai dari gangguan kecil hingga gangguan
besar. Secara umum, lakukan intervensi dengan cepat dan sebisa mungkin tidak
menimbulkan gangguan.
F. Manajemen
masalah yang serius: kekerasan dan agresi
1. Strategi
jangka pendek
Dalam jangka pendek, ahli
merekomendasikan untuk merespon dengan cepat dan tegas terhadap tindakan yang
agresif. Anak didik harus dihadapi secepatnya dan menjelaskan bahwa kekerasan
dan penyerangan tidak diizinkan. Ahli menyarankan, anak yang terlibat
secepatnya dihadapkan pada masalah dan membantunya memahami akibat dari
perbuatannya. Saat menyelesaikannya bersama anak didik, sangat perlu
menyampaikan bahwa masalah tersebut adalah masalah serius, tidak dapat ditoleransi,
dan anak didik akan ditangani akibat perbuatan mereka.
2. Solusi
jangka panjang
Guru yang ahli dengan rekan kerja
mereka berbeda dalam menerapkan solusi jangka panjang (Brophy & McCalsin,
1992). Strategi yang dimiliki oleh guru ahli adalah komprehensif dan
instruksional, mereka tidak puas hanya menghentikan perilaku secepatnya, tapi
justru berfokus pada solusi jangka panjang.
Dalam jangka panjang, anak didik diberi
penjelasan tentang cara lain menyelesaikan masalah selain berkelahi. Anak didik
harus belajar mengontrol perangainya dan mengatasi frustasi. Salah satu
pendekatan yang menjanjikan adalah dengan menggunakan simulasi penyelesaian
masalah untuk mengajarkan anak yang agresif untuk memahami motif dan niat orang
lain. Penelitian mengindikasikan bahwa, anak-anak tersebut seringkali merespon
agresif dikarenakan mereka salah paham niat orang lain dengan menganggapnya
bermusuhan (Hudley, 1992). Pendekatan lainnya yakni dengan mengajarkan anak
yang agresif untuk menyelesaikan masalah mereka melalui komunikasi dan
negosiasi daripada berkelahi, dan juga mengemukakan kemarahan mereka secara
verbal daripada secara fisik (Brophy & McCalsin, 1992).
#PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
0 Response to "PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR"
Post a Comment