PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR

PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR 
A.  Manajemen Dan Disiplin Kelas 
1. Manajemen Kelas 
Manajemen kelas mengacu pada kombinasi strategi yang diterapkan guru dengan faktor pengorganisasian kelas untuk membentuk lingkungan belajar yang produktif. Termasuk didalamnya penetapan peraturan sekolah dan kelas, respon guru terhadap perilaku anak didik serta arahan yang membentuk iklim belajar yang kondusif. Disiplin melibatkan tindakan guru dalam menanggapi perilaku anak didik yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan atau mengganggu kesempatan untuk belajar. 

2. Penanganan masalah 
Orang tua, kepala sekolah, dan guru harus menanggapi permasalahan disiplin anak didik sebagai permasalahan yang penting di sekolah Ada 3 alasan utama penyebab munculnya permasalahan: 
a. Faktor sosiologis
Kebanyakan anak tumbuh dalam sebuah keluarga dimana ayah dan ibu bekerja di luar atau tumbuh dalam keluarga dengan orang tua tunggal. Hal ini mengakibatkan banyak anak menghabiskan waktunya melakukan hal lain selain belajar. 

b. Daya dan upaya
Dalam beberapa hal, lebih mudah menggunakan manajemen kelas model laissez-faire, jika anak didik tidak mengacaukan kelas dan beberapa perintah yang diberikan dilaksanakan, maka guru mengabaikan perilaku anak didik. 

c. Kekurangan informasi
Pada umumnya, guru hanya mengetahui sedikit cara dan intuisi untuk mengarahkannya dalam membuat keputusan manajerial. Pada dasarnya, telah ada beberapa hasil penelitian tentang manajemen kelas yang dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan strateginya dalam pengelolaan kelas. 

3. Tujuan Manajemen Kelas 
Ketika guru mengelola kelas, mereka mempunyai dua tujuan utama, yaitu 
a. Menciptakan lingkungan/situasi belajar yang baik. 
b. Mengembangkan rasa tanggung jawab serta kemampuan mengatur diri sendiri pada diri anak didik

B. Perencanaan: Kunci Pencegahan Masalah Manajemen 
Langkah pertama dari suatu manajemen kelas yang efektif adalah menyusun dan mengatur seperangkat prosedur dan peraturan dengan baik. Dalam perencanaan prosedur, guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : 
1. Karakteristik anak didik 
Anak didik berpikir, bertindak, dan merasakan dengan cara yang berbeda berdasarkan tingkat perkembangan intelektual, psikososial, dan moral. Anak didik pada kelas yang berbeda menginterpretasikan dan merespon peraturan dan prosedur dengan cara yang berbeda pula, dan guru harus mengantisipasi perbedaan ini saat membuat perencanaan. 

2. Lingkungan fisik 
Evertson (1987) mengidentifikasi tiga aspek lingkungan fisik yang harus dipertimbangkan saat guru membuat perencanaan. 
a. Jarak Pandang (Invisibility)
Ruangan harus ditata sedemikian rupa agar setiap anak didik dapat melihat papan tulis, layar proyektor, atau alat lainnya. 

b. Mudah dijangkau (Accessibility)
Ruangan harus ditata sedemikian rupa untuk memudahkan akses ke beberapa area di dalam kelas. Akses ke area yang sering dilalui, seperti pintu kelas, area penyimpanan harus selalu kosong dan terpisah satu sama lain. Anak didik harus memiliki tempat penyimpanan hasil kerja mereka tanpa mengganggu satu sama lain. 

c. Gangguan (Distractibility)
Unsur lingkungan kelas yang membuat guru kesulitan memperoleh perhatian anak didiknya harus diminimalisir. Termasuk di dalamnya gangguan dari luar kelas, pergerakan di dalam kelas, dan pola tempat duduk anak didik.

Adapun perencanaan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan masalah dalam manajemen kelas yaitu : 
1. Mendirikan prosedur
Prosedur menciptakan rutinitas pada anak didik dalam aktivitas sehari-hari seperti mengerjakan tugas, meraut pensil, dan peralihan dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Manajer yang efektif merencanakan dan mengajarkan prosedur hingga prosedur itu berjalan otomatis. Prosedur ini terlihat sederhana namun berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di kelas. 

2. Menciptakan peraturan yang efektif
Peraturan yang menyediakan standar perilaku bagi anak didik sangat penting. Penelitian menegaskan pentingnya standar perilaku tersebut untuk menciptakan lingkungan belajar yang diinginkan (Emmer et al, 1994; Evertson et al, 1994). Anak didik di sekolah yang efektif memandang peraturan dan guru sebagai sesuatu yang baik dan dibutuhkan meskipun mereka tidak menyukai beberapa peraturan dan hukuman tersebut (Wayson & Lasley, 1984). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menciptakan peraturan yaitu : 
a. Konsistensi kelas-sekolah
Peraturan kelas dan sekolah harus konsisten. Hal ini mengingatkan pada guru agar menyesuaikan peraturan yang dibuatnya dengan peraturan di sekolah. 

b. Kejelasan
Peraturan harus dinyatakan dengan jelas agar tidak memiliki interpretasi yang banyak. 

c.    Pernyataan positif
Peraturan dengan pernyataan positif menghasilkan iklim positif yang diharapkan dan mendorong berkembangnya rasa tanggung jawab. 

d.    Daftar singkat
Buatlah daftar peraturan yang singkat, empat atau lima poin. Agar peraturan berjalan efektif, anak didik harus sering diingatkan dan menyadari kalau salah satu peraturan dilanggar. 

e.    Masukan anak didik
Beri kesempatan pada anak didik untuk memberi masukan dalam membuat peraturan. Hal ini memberi beberapa keuntungan: 
1) Menimbulkan rasa memiliki, sehingga anak lebih memiliki keinginan untuk mematuhi peraturan. 
2) Lebih menegaskan kontrol internal dan eksternal. 
3) Membantu anak didik memahami makna (misalnya rasa hormat dan tanggung jawab) dibalik peraturan yang ada. 
4) Melatih anak didik untuk berpikir moral dan membantu mereka untuk mengembangkan penalaran moral yang lebih baik.

C.  Membuat Peraturan Dan Prosedur Kerja 
1.    Peraturan dan prosedur mengajar 
Mengajarkan peraturan dan prosedur pada anak didik sangat penting untuk anak didik yang masih muda yang belum tahu atau lupa dengan peraturan yang ada. Untuk anak didik yang lebih tua, mengajarkan peraturan dan prosedur disertai penjelasan tentang perlunya peraturan tersebut. Peraturan tidak hanya disampaikan atau diumumkan, tapi diajarkan secara eksplisit, sebagai sebuah konsep atau prinsip, dan menjelaskan alasan perlunya peraturan tersebut. 

2.    Pengawasan terhadap peraturan dan prosedur 
Meskipun peraturan dan prosedur telah dijalankan dengan baik, pengawasan tetap harus dilakukan secara konsisten, seperti halnya latihan dan respon balik dalam pembelajaran (Emmer et al, 1994; Evertson et al, 1994).

D.  Pencegahan Masalah: Pelaksanaan Rencana 
1. Karakteristik guru
Guru yang efektif memiliki pribadi yang bervariasi. Tipe yang satu bukan berarti lebih baik dari yang lainnya, namun mereka biasanya memiliki tiga karakteristik yang sama 
a. Peduli : landasan suasana kelas yang positif
Mereka memberi gambaran kepedulian guru sebagai seseorang     yang: 
1)    Mendengar dan melihat hal-hal dari sudut pandang anak didik. 
2)    Menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terkendali. 
3)    Memberikan tugas yang masuk akal untuk diselesaikan. 

b. Tegas : membantu anak didik mengembangkan rasa tanggung jawab
Ketegasan berarti melihat anak didik sebagai sosok yang mampu melaksanakan tanggung jawab dan memperlakukan mereka secara bertanggungjawab pula sesuai tindakan mereka. 

c. Demokrasi: perpaduan kepedulian dan ketegasan
Rudolph Dreikurs (1968), seorang psikiater yang dikenal sebagai ahli dalam kedisiplinan anak didik berpendapat bahwa ketegasan yang dipadukan dengan kepedulian adalah salah satu karakter guru yang demokratis. 

2. Permulaan tahun ajaran baru
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa permulaan ajaran baru adalah periode yang paling penting untuk membentuk pola perilaku anak didik. Evertson (1987, p. 69) menekankan bahwa hari pertama sekolah memiliki keistimewaan tersendiri bagi guru dan anak didik. Saat inilah peraturan, rutinitas, dan hal yang ingin dicapai dibentuk. Kesan pertama anak didik pada guru, kelas, dan standar yang diharapkan dapat berpengaruh panjang pada sikap mereka dan cara mereka terlibat dengan tugas-tugas. 

3. Kemampuan manajemen yang mendasar 
a. Organisasi
Periode permulaan pelajaran dan transisi antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya merupakan dua waktu dimana anak didik bisa jadi tidak melakukan apa-apa. Pengorganisasian yang baik dapat memaksimalkan keterlibatan belajar anak didik dan mengurangi waktu yang terbuang yang dapat mengarahkan pada munculnya permasalahan manajemen. 

b. Pergerakan dalam proses pembelajaran
Kategori yang kedua dari kemampuan yang mendasar dalam mencegah perilaku menyimpang yang dapat mengganggu aktivitas pembelajaran adalah pergerakan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran menekankan hubungan yang kuat antara manajemen yang efektif dan instruksi yang efektif. 

c. Komunikasi dengan anak didik
Komunikasi merupakan sesuatu yang penting dalam proses pembelajaran. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. 

4. Komunikasi Dengan Orang Tua
Komunikasi dengan orang tua sangat penting, terutama pada anak didik yang berasal dari budaya, etnik, sosioekonomi yang beragam. 
a. Komunikasi: mendorong keterlibatan orang tua
Hubungan antara sekolah dan keluarga merupakan hal yang perlu ditekankan dalam proses pendidikan. Karena pentingnya pengaruh lingkungan keluarga dalam pembelajaran di sekolah, guru harus mengembangkan strategi untuk lebih melibatkan orang tua dalam kehidupan akademik anak didik. Hal ini berarti guru harus lebih dari sekedar pertemuan tahunan orangtua-guru dan bekerjasama dengan orang tua untuk mengetahui kualitas belajar anak didik di rumah. Guru harus mendorong orang tua untuk terlibat dalam laju akademik anak didik dari hari ke hari, membantu mereka dengan pekerjaan rumah, mengawasi tontonan anak, bercerita (bacaan) pada anak mereka, dan menunjukkan harapan mereka bahwa anak mereka akan mencapai kesuksesan akademik (Wang et al, 1993, p. 278-279). 

b. Keuntungan komunikasi
Penelitian menunjukkan bahwa anak didik memperoleh keuntungan dari kerjasama keluarga-sekolah setidaknya dalam empat hal: 
1) Hasil akademik yang lebih tinggi. 
2) Sikap dan perilaku yang lebih positif. 
3) Rata-rata kehadiran meningkat 
4) Keinginan mengerjakan pekerjaan rumah lebih besar. (Epstein, 1990; Weinstein & Mignano, 1993.

c. Penghalang dalam keterlibatan orang tua
Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anaknya merupakan hal yang sangat diinginkan tapi hal ini tidak terjadi secara otomatis. Halangan dalam ekonomi, budaya, dan bahasa dapat menjadikannya lebih sulit. 
1) Penghalang ekonomi. Hal yang biasanya muncul adalah pekerjaan. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian orang tua, ekerjaan mereka mencegah mereka untuk membantu pekerjaan rumah anaknya. Orang tua lainnya, yang kurang aktivitas ekonominya, memberi kesempatan pada mereka untuk lebih aktif dalam aktivitas sekolah. Orang tua tersebut mengungkapkan keinginan mereka untuk terlibat dalam persekolahan anak mereka, namun sekolah harus fleksibel memberi bantuan dan dorongan (Epstein, 1990). 

2) Penghalang budaya. Ketidak serasian antara budaya keluarga dan budaya sekolah juga dapat menjadi penghalang (Delgado-Gaiton, 1992; Harry, 1993). Anak didik bisa saja berasal dari keluarga dimana orang tuanya memiliki pengalaman dari sekolah yang berbeda dengan sekolah yang sekarang. Selain itu beberapa orang tua bisa saja hanya menyelesaiakan pendidikan dasar atau memiliki pengalaman buruk saat bersekolah. 

3) Penghalang bahasa. Bahasa dapat menjadi penghalang besar untuk kefektifan kerjasama keluarga-sekolah. Banyak orang tua dari anak kelas bilingual tidak mampu berbahasa inggris. Ini membuat komunikasi menjadi sulit. Pekerjaan rumah menjadi masalah tersendiri karena orang tua tidak mampu membantu anak didik (Delgado-Gaiton, 1992). 

d.    Strategi untuk melibatkan orang tua 
1) Komunikasi sejak dini
Buka jalinan komunikasi secepatnya dengan orang tua anak didik. Komunikasi yang positif dan dilakukan sejak dini merupakan awal yang baik untuk tahun pertama. 

2) Pertahankan komunikasi
Komunikasi yang positif dan dilakukan sejak dini merupakan awal yang baik untuk tahun pertama. Usaha yang berkelanjutan akan membantu untuk mempertahankan komunikasi yang telah dijalin. Guru harus tetap memberi laporan pada orang tua dan tetap menjalin komunikasi sehingga hubungan keluarga-sekolah tetap terjaga.

E.  Intervensi: Berurusan Dengan Perilaku Menyimpang 
1. Pendekatan perilaku untuk mengintervensi
Dua buah keputusan harus dibuat saat menggunakan pendekatan perilaku dalam mengatur intervensi/campur tangan. Pertama, laksanakan konsekuensi, anak didik mengikuti perilaku yang berpengaruh pada perilaku di masa yang akan datang, difokuskan pada perilaku yang diinginkan atau menyingirkan perilaku yang tidak diinginkan. Kedua, konsekuensi individu atau kelompok. Konsekuensi individu berguna untuk perilaku yang muncul pada sebagian kecil anak didik. Konsekuensi kelompok berkaitan dengan perilaku secara berkelompok. 

2.    Petunjuk untuk sukses dalam mengintervensi
Intervensi dalam penanganan masalah di kelas tidaklah pernah mudah. Beberapa petunjuk dasar yang dapat membantu diantaranya: 
a. Ringkas
Saran pertama ialah usahakan agar sesingkat mungkin. Peneliti telah mendokumentasikan hubungan yang negatif antara waktu yang digunakan dalam pendisiplinan dengan prestasi anak didik. 

b. Tindak lanjut
Melakukan tindak lanjut adalah hal yang sulit. Salah satu alasan munculnya masalah dalam manajemen adalah guru kadang kala menyerah. Tanpa tindak lanjut, keseluruhan sistem manajemen akan hancur. Hal ini menjadi alasan mengapa hari pertama sekolah merupakan hal yang sangat penting. Jika guru melakukan tindak lanjut sejak pertama, manajemen akan berjalan dengan lebih mudah hingga akhir tahun ajaran. 

c. Konsisten
Kebutuhan akan konsistensi sangatlah jelas meskipun konsistensi yang sempurna dalam dunia pengajaran adalah hal yang mustahil. Pada kenyataannya, penelitian mengindikasikan bahwa intervensi harus dikontekstualkan, yakni bergantung pada anak didik dan situasi yang spesifik. 

d. Hindari berdebat
Hal penting lainnya dalam intervensi adalah hindari berdebat dengan anak didik. Guru tidak pernah “memenangkan” perdebatan. Guru bisa menegaskan otoritas mereka tapi dapat menimbulkan kebencian dan dapat berkembang menjadi masalah yang lebih besar. 

e. Jaga martabat anak didik
Berdebat, menegur dengan suara keras di depan kelas, mengkritik di depan umum, dan mengejek, kesemuanya dapat memperkuat perilaku menyimpang. Hal tersebut dapat menempatkan anak didik pada posisi yang memalukan. 

3. Intervensi yang berangkai
Gangguan sangat bervariasi, mulai dari insiden yang terisolasi seperti anak didik yang berbisik sesaat pada teman sebelahnya saat kelas tanpa suara, hingga pelanggaran berat seperti mengusik atau menendang anak didik lainnya. Karena pelanggaran bervariasi, guru juga harus bereaksi secara bervariasi. Manajemen intervensi dilakukan secara berangkai dari gangguan kecil hingga gangguan besar. Secara umum, lakukan intervensi dengan cepat dan sebisa mungkin tidak menimbulkan gangguan. 

F.  Manajemen masalah yang serius: kekerasan dan agresi 
1. Strategi jangka pendek
Dalam jangka pendek, ahli merekomendasikan untuk merespon dengan cepat dan tegas terhadap tindakan yang agresif. Anak didik harus dihadapi secepatnya dan menjelaskan bahwa kekerasan dan penyerangan tidak diizinkan. Ahli menyarankan, anak yang terlibat secepatnya dihadapkan pada masalah dan membantunya memahami akibat dari perbuatannya. Saat menyelesaikannya bersama anak didik, sangat perlu menyampaikan bahwa masalah tersebut adalah masalah serius, tidak dapat ditoleransi, dan anak didik akan ditangani akibat perbuatan mereka. 

2. Solusi jangka panjang
Guru yang ahli dengan rekan kerja mereka berbeda dalam menerapkan solusi jangka panjang (Brophy & McCalsin, 1992). Strategi yang dimiliki oleh guru ahli adalah komprehensif dan instruksional, mereka tidak puas hanya menghentikan perilaku secepatnya, tapi justru berfokus pada solusi jangka panjang.

Dalam jangka panjang, anak didik diberi penjelasan tentang cara lain menyelesaikan masalah selain berkelahi. Anak didik harus belajar mengontrol perangainya dan mengatasi frustasi. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah dengan menggunakan simulasi penyelesaian masalah untuk mengajarkan anak yang agresif untuk memahami motif dan niat orang lain. Penelitian mengindikasikan bahwa, anak-anak tersebut seringkali merespon agresif dikarenakan mereka salah paham niat orang lain dengan menganggapnya bermusuhan (Hudley, 1992). Pendekatan lainnya yakni dengan mengajarkan anak yang agresif untuk menyelesaikan masalah mereka melalui komunikasi dan negosiasi daripada berkelahi, dan juga mengemukakan kemarahan mereka secara verbal daripada secara fisik (Brophy & McCalsin, 1992).
#PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR

0 Response to "PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close