ESENSI PENDIDIKAN
Thursday 24 March 2016
Add Comment
ESENSI PENDIDIKAN
A. Pengertian
Pendidikan Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia, namun kita seringkali melupakan atau bahkan tidak memahami esensi dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan secara seimbang unsur pribadi manusia berikut, yaitu jasmani, rohani, intelektual, estetika dan sosial yang diarahkan pada satu tujuan pendidikan utama yaitu untuk memanusiakan manusia. Untuk itu, pendidikan harus direncanakan secara serius dan komprehensif dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan. Prioritas kebutuhan inilah yang menjadi dasar bagi penyusunan program jangka panjang, menengah atau jangka pendek.
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak (M.R. Kurniadi, S.Th.I dalam Rohimin et.al.). Selain itu, pengertian pendidikan menurut para ahli antara lain:
1. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
2. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang ada pada masa kanak-kanak sampai remaja yang nantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa nanti.
3. Carter V.Good
a. Seni, praktik, atau profesi pengajar.
b. Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.
4. KiHajar Dewantara (Pendidikan sistem among)
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
5. Menurut UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
6. Kosasih Djahiri (1980) mengatakan bahwa Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Selain pendapat para ahli di atas, Suparlan juga membedakan pengertian pendidikan dalam arti luas dan arti sempit. Menurut Suparlan (2009:48), pendidikan dalam arti luas adalah segala kegiatan pembelajaran yag berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, berlangsung di dalam segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu. Sedangkan dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisir, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan.
Dari beberapa definisi mengenai pendidikan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku manusia agar dapat secara aktif mengembangkan potensi diri yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada dirinya yang dilakukan melalui usaha sadar/teroganisir, terencana, dan berlangsung sepanjang hayat yang diarahkan pada satu tujuan utama yaitu untuk memanusiakan manusia.
B. Pergaulan Pendidikan dan Bukan Pergaulan
Manusia sebagai makhluk sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama dengan sesamanya dan bergaul dengan sesamanya. Dalam pergaulan tersebut setiap orang melakukan tindakan tindakan- tindakan sosial tertentu, sehingga terjadi saling mempengaruhi antar manusia yang satu terhadap manusia yang lainnya.
1. Ada berbagai jenis pergaulan antar manusia
Berdasarkan perilakunya, pergaulan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Pergaulan antara orang dewasa dengan orang dewasa
b) Pergaulan antara orang dewasa dengan anak (orang yang belum dewasa)
c) Pergaulan antara anak dengan anak
2. Situasi Pergaulan
Dalam jenis pergaulan terkandung suatu situasi tertentu yaitu suatu keadaan yang mempunyai bentuk dan tujuan tertentu dari pergaulan yang bersangkutan. Berdasarkan pengalaman sehari hari kita dapat membedakan dua macam situasi pergaulan, yaitu:
a) Situasi Pergaulan Pendidikan
b) Situasi Pergaulan Bukan Pendidikan
a) Situasi Pergaulan Pendidikan
Pergaulan pendidikan harus memenuhi dua sifat, yaitu :
-Adanya tindakan/ pengaruh yang disengaja dari pendidik kepada anak didik
-Tindakan/ pengaruh itu bersifat positif, yang diarahkan menuju kedewasaan.
Terkandung makna bahwa tindakan yang diberikan pendidik kepada anak didik dapat dikategorikan sebagai pendidikan hanya apabila diupayakan secara sengaja dengan cara- cara yang tidak melanggar nilai- nilai dan norma- norma yang diakui masyarakat. Tindakan atau memberikan pebgaruh kepada anak tetapi apabila tindakan artau pengaruhnya melanggar norma dan bertentangan nilai- nilai yang baik yang diakui masyarakat maka perbuatan demikian tidak tergolong pada pendidikan, oleh sebab itu dinyatakan bahwa pendidikan bersifat normatif. Pendidikan bersifat normatif implikasinya bahwa tujuan, isi, cara, dan alat pendidikan yang digunakan pendidik semuanya harus diarahkan untuk membimbing anak didik kepada hal hal baik/ mencapai kedewasaan. Menurut M.J. Langeveld “pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukan kekurangan dan ketidaksempurnaan pedagogis”.
Situasi pergaulan pendidikan, contohnya orang tua yang sedang membimbing anaknya belajar, orang tua yang memberi perintah kepada anaknya membuang sampah agar anaknya terbiasa hidup bersih. Fenomena pendidikan berada didalam pergaulan. Fenomena pendidikan (situasi pendidikan) berada dalam pergaulan, akan tetapi tidak semua jenis pergaulan mengandung situasi pendidikan. M.J. Langeveld menyatakan bahwa “lingkungan tempat kita melihat fenomena pendidikan terlaksana terdapat dalam pergaulan orang dewasa dengan anak”. Maka, pendidikan atau kegiatan mendidik hanya akan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak (orang yang belum dewasa).
b)Situasi Pergaulan Bukan Pendidikan
Didalam pergaulan, tidak setiap tindakan atau pengaruh orang dewasa yang diberikan kepada anak adalah mendidik. Contohnya guru yang memberikan jawaban saat ujian agar anak didiknya lulus. Pengaruh orang dewasa kepada anak dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh itu secara sengaja dan bersifat positif. Artinya, pengaruh itu secara disadari diciptakan atau diberikan oleh orang dewasa kepada anak; selain itu isi tindakan bersifat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri yang terarah mencapai kedewasaan. Jika di luar dari hal tersebut maka situasi pergaulan itu bukan pergaulan pendidikan.
Situasi pergaulan biasa atau situasi pergaulan bukan pendidikan, contohnya kegiatan bermain, berbelanja, dan kegiatan yang mengandung unsur hiburan. Situasi bukan pergaulan terjadi dalam pergaulan antara orang dewasa dengan orang dewasa dan pergaulan antara anak dengan anak. Selain itu, pergaulan anatara orang dewasa dengan anak juga bisa terjadi pergaulan bukan pendidikan misalnya, orang tua yang berlibur bersama anak-anaknya.
3. Sifat Perubahan Situasi Pergaulan Biasa Menjadi Situasi Pendidikan
Situasi pergaulan biasa dapat dirubah menjadi situasi pendidikan dan sebaliknya siatuasi pendidikan juga bisa berubah menjadi situasi pergaulan biasa. Situasi pergaulan biasa antara orang dewasa dengan anak dapat berubah atau diubah menjadi situasi pendidikan jika terpenuhinya dua sifat pergaulan pendidikan, yaitu jika orang dewasa secara sengaja mempengaruhi anak agar mencapai kedewasaan. Pengaruh itu diberikan secara sengaja (disadari), maka dalam situasi pendidikan seseorang pendidik harus sudah mempunyai tujuan pendidikan tertentu; untuk tujuan tersebut pendidik memilihkan isi pendidikan (berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan/atau nilai-nilai) yang tepat bagi anak didiknya; adapun dalam rangka mempengaruhi anak, pendidik juga perlu menggunakan cara dan alat pendidikan. Implikasinya adalah Tanggung jawab pendidikan berada pada pihak orang dewasa yang harus memberikan pengaruh positif terhadap anak yang di arahkan kepada pencapaian kedewasaan.
Kedua sifat diatas itulah situasi pergaulan biasa berubah menjadi situasi pendidikan, sehingga orang dewasa yang bergaul dengan anak yang berkedudukan sebagai pendidik, dan anak yang bergaul dengan orang dewasa berkedudukan sebagai anak didik. Sebaliknya, apabila kedua sifat itu tidak lagi terpenuhi, maka kedudukan orang dewasa tidak lagi sebagai pendidik, dan kedudukan anak pun tidak lagi sebagai anak didik. Dalam keadaan demikian, situasi pergaulan pendidikan berubah kembali menjadi situasi pergaulan biasa (bukan situasi pendidikan).
Sifat yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi pergaulan pendidikan. Menurut M.J.Langeveld ada dua sifat yang harus di perhatikan apabila pendidik akan mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu:
a) Kewajaran (wajar). Perlunya Kewajaran dalam Mengubah Situasi Pergaulan Biasa menjadi Situasi Pendidikan. Pengubahan situasi pendidikan pergaulan hendaknya di lakukan secara wajar sehingga tidak tampak jelas dan tidak di rasakan kesengajaannya oleh anak didik, walaupun sesungguhnya pengubahan situasi pergaulan itu secara sengaja diciptakan oleh pendidik.pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan yang berlangsung secara wajar perlu dilakukan, sebab pengalaman membuktikan bahwa kesengajaan yang terlalu nyata biasanya dianggap oleh anak didik sebagai pelanggaran atas hak dan kebebasannya untuk menentukan sikapnya sendiri.
b) Ketegasan (tegas). Perlunya ketegasan dalam megubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan. Dalam rangka mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan juga harus dilakukan secara tegas. Alasannya, bahwa sifat pengubahan sityuasi seperti ini akan memberikan kejelasan bagi anak tentang apa yang positif atau negative, mana yang baik atau tidak baik, serta menyadari apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Istilah tegas, bukan kekerasan melainkan harus menunjukan kejelasan perbedaan antara pengetahuan, sikap, nilai dan perbuatan.
C. Kemungkinan Pendidikan
Pada manusia ada hal-hal yang didapat secara alami dan ada pula yang didapat secara proses pendidikan. Hal-hal yang didapatkan secara alami contohnya adalah jenis kelamin, bakat dan watak dari setiap individu. Sedangakan hal-hal yang didapat dari proses pendidikan contohnya pembentukan kepribadian, sikap, norma dan lain-lain. Setiap manusia itu bersifat unik, kemungkinan dididik itu tercapai apabila tidak dapat dikembangkan lagi kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya.
Menurut suyitno menyatakan bahwa “ada enam prinsip yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip individualitas, prinsip sosialitas, prinsip moralitas, dan prinsip Keberagamaan atau religiusitas.”
a) Prinsip Potensialitas
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kedewasaan. Salah satunya adalah untuk mencapai manusia yang ideal yaitu manusia yang dapat mengambangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya, manusi yang bertakwa, berakhlak, cerdas, dan lain-lain. Manusia juga memilikpotensi yang beraneka ragam potensi berbuat baik, mematuhi norma, potensi ilmu, karya dan lain sebagainya. Oleh sebab itu manusia akan dapat dididik karena manusia memiliki potensi untuk menjadi manusia yang ideal.
b) Prinsip Dinamika
Pendidik diharapkan membantu peserta didik agar mampu mencapai kedewasaannya dan menjadi manusia ideal. Sedangkan manusia itu sendiri memiliki dinamika untuk mencapai manusia yang ideal. Manusia selalu tidak pernah puas, ia selalu mengejar apa yang menjadi keinginannya. Ia selalu berusaha untuk menjadi manusia yang ideal baik secara keimanan pada Tuhannya maupun antar sesama manusia. Karena itu dinamika manusia menjadikan bahwa manusia dapat dididik.
c) Prinsip Individualitas
Pendidikan merupakan upaya membantu peserta didik agar mampu menjadi dirinya sendiri. Disamping itu peserta didik adalahseorang individu yang memiliki karakter yang bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Oleh karena itu, individualitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
d) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam interaksi antar pendidik dan peserta didik. Melalui interaksi tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, mereka hidup bersama dalam bermasyarakat. Dalam kehidupan bersama ini akan terjadi huhungan timbal balik di mana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
e) Prinsip Moralitas
Pendidikan dilaksanakan berdasarkan sistem norma-norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia mempunyai akhlak yang mulia dan berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.Manusia mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh sebab itu, dimensi moralitas menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
f) Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Umat beragama selalu meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi suatu acuan berfikir dan berbuat yang sesuai dengan hukum-hukum agama, dan ini menuntun, mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia dan aspek sosial serta moral dalam kehidupan di masyarakatnya. Atas dasar tersebut, jelas kiranya bahwa manusia akan dapatdididik.
Anak manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus didik, umpamanya :
a) Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
b) Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya garizah untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Karenanya dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik, dan dasar kehidupan social adalah karenanya adanya kebutuhan, maka agar kehidupan social itu berjalan dengan baik dan langgeng, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
c) Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai demensinya, seperti emosi, intelegensi, konasi, imajinasi (daya khayal), dll. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek pisik tapi juga aspek psikisnya.
d) Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan keingintahuan yang tidak idle dan punya kemampuan pisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan yang tidak idle dan kemampuan untuk pengembangan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia mungkin dan harus didik, sehingga budaya manusia terus berkembang kea rah kesempurnaan.
e) Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah humen relegioso, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini adalah dapat menjadi dasar bagi dimungkinkannya manusia dididik dan adalah merupakan suatu keharussan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
f) Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan dapat hancur, hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangkannya kematian tubuh, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filofof Islam adalah hayat yang berarti hidup.
D. Keharusan Pendidikan
Di dalam kehidupan manusia selalu mengalami kenaikan dan penurunan hidup, melakukan tindakan yang salah dan tindakan yang benar, dan melakukan kehidupan bermasyarakat dengan baik. Dalam hal itu, agar manusia bisa mendidik dirinya sendiri, manusia perlu diarahkan agar menjadi manusia yang ideal atau manusia yang seutuhnya. Yang bisa membedakan mana yang salah dan yang benar, agar bisa menempatkan sikap yag baik dalam hidup bermasyarakat, mematuhi nilai dan norma juga kebudayaan dimasyarakat,dan agar bisa mendidik dirinya untuk mencapai tujuan kehidupannya maka manusia harus mengalami pendidikan agar hidupnya lebih terarah.
Menurut Dewey (Abdurahman, 2009:13) salah seorang tokoh aliran filsafat Pragmatisme atau instrumentalisme dalam bukunya mengemukakan bahwa penekanan pada pentingnya pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu (1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai fungsi sosial.
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan untuk hidup merupakan hal penting yang melandasi keharusan dalam pendidikan. Dilihat dari fungsinya pendidikan akan sangat berguna untuk menjadi bekal dan tolak ukur dalam menjalani kehidupan, baik secara individu maupun dalam bersosialisasi dimasyarakat.selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai salah satu perjalanan dalam mencapai tujuan hidup kita yaitu kedewasaan. Dalam proses pertumbuhan hidup kita pun dipengaruhi oleh pendidikan. Dalam proses kita tumbuh beranjak menuju tingkat kedewasaan lebih tinggi manusia pun tak lepas dari pendidikan sebagai sarana dalam proses tumbuh dan kembangnya seorang manusia. Karena itu pendidikan penting sebagai pertumbuhan. Sedangkan dalam fungsi sosial pendidikan mempunyai perannya tersendiri. Pendidikan selalu mengajarkan kita bagaimana bertingkahlaku dengan masyarakat, bagaimana kita mematuhi nilai, norma dan kebudayaan masyarakat, dan bagaimana kita selalu menyeimbangkan antara kehidupan individu sebagai manusia dan kehidupan bersosialisasi dengan masyarakat. Oleh karena itu manusia harus dididik sebagai salah satu hal penting dalam fungsi sosial.
Ada beberapa faktor yang menjadi acuan mengapa anak diharuskan untuk mendapatkan pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Anak diahirkan dalam keadaan tidak berdaya
Dari sudut pandang anak, pendidikan adalah keharusan dan kebutuhan bagi anak. Karena anak lahir dengan keadaan belum bisa melakukan apapun sehingga butuh bimbingan dan didikan agar anak bisa mencapai kedewasaannya dan tidak menggantungkan diri pada orang lain sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dengan demikian pendidikan sangat dibutuhkan oleh anak baik dari orang tua, lingkungan, dan guru disekolahnya, agar anak bisa memiliki bekal kepribadian, moral, pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang hidupnya kelak.
Dari sudut pandang orang tua juga pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena ada rasa tanggung jawab dan kasih sayng kepada anaknya agar bisa bertahan dimasa yang akan datang tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Secara naluriah orang tua telah mendidik anak dari anak itu lahir hingga dia bisa mendidik dirinya sendiri. Karena rasa tanggung jawab dan kasih sayang tersebut.
b) Anak lahir tidak langsung dewasa
Dalam proses pendewasaan atau untuk menjadi dewasa memerlukan waktu yang lama. Dimasa modern ini kedewasaan sangat lebih kompleks, beda dengan zaman terdahulu. Ketika zaman terdahulu mungkin anak usia 12 tahun keatas sudah bisa berkeluarga karena dianggap telah dewasa, sedangkan dizaman modern seperti sekarang ini kedewasaan lebih diperluas lagi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Untuk melanjutkan atau melewati masa dewasa anak harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin, bekal ilmu-ilmu penunjang kedewasaan itu diperoleh dari pendidikan.
c) Manusia sebagai makhluk sosial
Hakikat seorang manusia adalah sebagai makhluk sosial. Mereka hidup saling mengunt8ngkan satu sam lain. Manusia senang hidup bersama orang lain karena manusia adalah makhluk sosial, mereka bisa saling mempengaruhi, membentuk pola prilaku, dan karakternya, menanamkan nilai dan norma, dan aturan-aturan dimasyarakat, sehingga manusia memerlukan pendidikan untuk mengarahkan kepada tujuan manusia itu sendiri yaitu mencapai kedewasaan.
d) Manusia sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial tapi tetap saja manusia merupakan makhluk individu yang memiliki kepribadian dan karakter masing-masing. Mereka hidup bersama namun tetap antar individu. Karena sikap, kepribadian, dan karakter setiap individu yang berbeda-beda, maka mereka perlu dididik untuk dapat belajar hidup dengan individu lain.
e) Manusia sebagai makhluk yang dapat bertanggung jawab
Manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab, karena pada dasarnya setiap tindakan yang dilakukan harus dipertanggung jawabkan dengan menerima konsekuensinya. Sebagaimana dalam tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka manusia pun harus dididik untuk mencapai kedewasaan itu.
Salah satu bentuk kedewasaan adalah dilihat dari sikap manusia. Apabila tanggung jawab ini tidak dimiliki oleh manusia, maka kehidupan tidak akan tenang karena semua manusia akan melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
f) Sifat manusia dan kemungkinan terjadinya pendidikan
Seperti yang dijelaskan dalam aspek yang akan dipelajari seumur hidup kita adalah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam psikomotorik saat anak masih dalam usia dini yaitu antara 2 tahun sampai 6 tahun, mereka belum memiliki kesadaran akan kekurangannya, pada saat itu anak cenderung akan menirukan dan berbuat sesuatu. Contohnya ketika seorang kaka sedang mengerjakan tugas kemudian adiknya tiba-tiba memperhatikan kakaknya yang sedang mengerjakan tugas. Sang adik mengambil alat tulisnya dan kemudian mengikuti apa yang kakaknya kerjakan. Lalu kakaknya mengajarkan adiknya memegang pensil yang benar dan mengajarkan menulis, walaupun yang diajarkan hanya garis atau coretan-cooretan sederhana.
Dari contoh diatas, seorang kakak yang mengajarkan adiknya menulis itu belum merupakan pendidikan yang sebenarnya. Karena anak belum paham apa yang diperintahkan atau apa yang dilakukannya. Maka dari itu yang dilakukan oleh kakak tadi bukan merupakan suatu pendidikan, melainkan suatu pelatihan.
Dengan sifat anak yang suka meniru perilaku atau sikap orang lain, suka bermain dan menerima perintah dari orang lain, maka orang tua harus membimbing dan mendidik anaknya. Pendidik harus senantiasa memberikan contoh bagi anak didiknya dan memberikan pengaruh-pengaruh perilaku yang positif untuk kedewasaannya.
E. Pendidikan Sepanjang Hayat
Dorongan belajar sepanjang hayat terjadi karena dirasakan sebagai kebutuhan. Setiap orang merasa butuh untuk mempertahankan hidup dalam menghadapi dorongan-dorongan dari dalam dan tantangan alam sekitar, yang selalu berubah. Sepanjang hidupnya manusia memang tidak pernah berada di dalam suatu vakum. Mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri dan kemajuan zaman. Pendidikan sepanjang hayat (live long education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Pendidikan sepanjang hayat menjadi semakin tinggi urgensinya pada saat ini karena manusia terus menerus menyesuaikan diri supaya dapat tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakat yang selalu berubah. Sisi lain pendidikan sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih baik.
1. Dasar Pemikiran Pentingnya Pendidikan Sepanjang Hayat
a) Ideologis
Semua orang mempunyai hak yang sama, khususnya dalam hak mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan serta keterampilannya.
b) Ekonomis
Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan seorang untuk :
-Meningkatkan produktifitas
-Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimiliki
-Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih menyenangkan dan sehat
-Memiliki motivasi dalam menasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat sehingga peran keluarga sangat sangat besar dan penting.
c) Sosiologis
Para orang tua yang kerap kuarang menyadari pentingnya sekolah untuk anak-anaknya. Krena itu, banyak anak-anak yang putus sekolah bahkan tidak sekolah sama sekali. Dengan demikian pendidikan sepanjang hayat bagi orang tua akan memecahkan masalah tersebut.
d) Politik
Agar rakyat dapat mengetahui dan menyadari pentingnya haknya dan memahami fungsi pemerintah, dll.
e) Teknologis
Perubahan ilmu dan teknologi menuntut orang untuk menyesuaikannya agar tetap biasa memenuhi kebutuhannya.
f) Psikologis dan Pedagogis
Pendidikan yang diutamakan sekarang adalah bagaimana cara belajar menanamkan motivasi yang kuat pada diri anak untuk belajar sepanjang hayat, mengembangkan ketrampilan secara tepat, dll.
2. Alasan Diperlukannya Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 45-48) (Online) ada 5 alasan diperlukannya pendidikan sepanjang hayat (PSH), yaitu:
a) Alasan Keadilan
Terselenggaranya PSH secara meluas di kalangan masyarakat dapat menciptakan iklim lingkungan yang memungkinkan terwujudnya keadilan sosial. Masyarakat luas dengan berbagai stratanya merasakan adanya persamaan kesempatan memperoleh pendidikan. Selanjutnya berarti pula persamaan sosial, ekonomi, dan politik.
b) Alasan Ekonomi
Persoalan PSH dikaitkan dengan biaya penyelenggaraan pendidikan, produktivitas kerja, dan peningkatan GNP. Di Negara sedang berkembang biaya untuk prluasan dan meningkatkan kualitas pendidikan hampir-hampir tak tertanggulangi. Di satu sisi tantangan untuk mengejar keterlambatan pembangunan dirasakan, sedangkan di sisi lain keterbatasan biaya dirasakan menjadi penghambat.
c) Alasan Faktor Sosial
Fungsi pendidikan yang seharusnya diperankan oleh keluarga, dan juga fungsi ekonomi, lebih banyak diambil alih oleh lembaga-lembaga, organisasi-organisasi di luar lingkungan keluarga, khususnya oleh sekolah. Ketidaksinkronan konsep pendidikan di lingkungan keluarga dengan pendidikan di sekolah tersebut menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan tersebut dapat diisi melalui penyelenggaraan pendidikan sepanjang hayat (PSH) yang sifatnya menembus batas-batas kelembagaan.
d) Alasan Perkembangan IPTEK
Munculnya pendekatan-pendekatan baru dan perubahan orientasi dalam proses belajar mengajar, konsep pengembangan tingkah laku, perubahan peran guru dan siswa, munculnya berbagai tenaga kependidikan non guru, pendayagunaan sumber belajar yang semakin bervariasi. Kesemuanya itu mengandung potensi yang kaya bagi terselenggaranya pendidikan sepanjang hayat.
e) Alasan Sifat Pekerjaan
Sistem pendidikan yang ada tidak sanggup menyajikan dua macam kemungkinan bekal kerja sekaligus, yaitu bekal siap pakai (ibarat kunci pas) dengan risiko cepat dilanda keusangan, atau bekal dasar yang masih harus dikembangkan sendiri oleh lulusan ke arah yang diperlukan (ibarat kunci Inggris). Kondisi seperti digambarkan itu mengandung implikasi bahwa PSH merupakan alternatif yang dapat mengantisipasi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh pekerja di masa depan.
3. Tujuan Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Tujuan pendidikan sepanjang hayat (PSH) yaitu:
a) Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaurannya seoptimal mungin.
b) Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung sepanjang hayat. (Rahman, 2009).
4. Sumber Daya Manusia yang Perlu Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH)
Menurut Rahman (2009) sumber daya manusia yang perlu memperolehpendidikan sepanjang hayat dapat diklasifikasikan dalam kategori:
a) Para petani, hal ini disebabkan oleh dasar pendidikan yang rendah, maka pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menolong meningkatkan produktifitas, dan mendidik mereka bagaimana untuk memanfaatkan waktu luang,
b) Para remaja yang putus sekolah dan mereka itu perlu diberikan pendidikan yang kultural,
c) Para pekerja yang berketrampilan,
d) Para teknisi dan golongan profesional,
e) Para pemimpin masyarakat, dan
f) Para anggota masyarakat yang sudah tua.
Artikel : ESENSI PENDIDIKAN, PENGERTIAN ESENSI PENDIDIKAN
0 Response to "ESENSI PENDIDIKAN "
Post a Comment