PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sunday 3 April 2016
Add Comment
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Istilah
“Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran
tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti
dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari
bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah
pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum
yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh
suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang
harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau
orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para
siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan
pembelajaran.
Kurikulum
sebagai pengelaman belajar. bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas
dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas.
Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua
kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada
hakikatnya adalah kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).
Dari
berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian
kurikulum yaitu Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
B.
Konsep Dasar Kurikulum
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang
harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak
zaman Yunani Kuno. Banyak orang
tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan
jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin
kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Definisi
Doll tidak hanya menunjukan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses,
tetapi juga menunjukan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit
kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang
diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas.
Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di
masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran
ataupun tidak.
Mauritz Johnson
mengajukan keberatan terhadap Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan
muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi
seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan
atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas
antara kurikulum dengan pangajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan
pelasanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi,
termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh
siswa.
Terlepas dari
pro dan kontara terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa ahli memandang
kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara
mereka adalah Mac Donald (1965:3
dalam Sukmadinata, 1997:5) Menurut dia,
sistem persekolahan terbentuk atas empat sub sistem, yaitu mengajar,
belajar, pembelajaran, dan kurikulum.
Kurikulum
juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Beauchamp
lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau
pengajaran. Pelaksanaan itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, dokumen
tertulisnya saja, melainkan harus dinilai
dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya
merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan suatu yang fungsional
yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur linhkungan dan
kegiatan yang berlangsung di dalam kelas.
Suatu
kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau
perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan
perwujudan atau penerapan teori-teori
kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan
pengembangan para ahli kurikulum. Bidang cakupan teori atau bidang studi
kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan kurikulum, (3)
pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5) implementasi dan (6) evaluasi kurikulum.
C.
Teori Kurikulum
Para
pakar teori bekerja sekuat daya menciptakan teori-teori baru dan para pelaksana
menerjemahkannya ke dalam praktik yang nyata.
Banyak
para pakar teori kurikulum mencoba merekontruksi pandangan-pandangan mengenai upaya
karya kurikulum serta keprihatinan-keprihatinanya yang kebanyakan memang sangat
penting dan menonjol.
antara
lain :
a) Penggunaan
teori kurikulum memang berbagai ragam, bergantung dari makna khusus istilah
tersebut. Yang paling sesuai dengan tugas kita adalah “teori kurikulum”
melibatkan pemikiran ilmiah yang cermat, unggul terhadap berbagai formulasi
yang berbeda-beda, dan memberikan suatu kumpulan kegiatan yang secara umum
bermaksud menjelaskan cara berpikir kurikulum itu.
b) Kegunaan
praktis teori kurikulum, apabila dibatasi sebagai suatu kumpulan prinsip yang koheren, akan
lebih terarah kalau teori tersebut berada dalam suatu disiplin tertentu yang
mantap.
c) Kalau “teori
kurikulum” dikacaukan dengan “model-model kurikulum”, maka kegunaan praktisnya
paling sedikit ada dua, yaitu :
(a) Aplikasi
model-model yang ada terhadap situasi-situasi nyata tertentu akan membantu sang
pelaksana/praktisi untuk melihat secara lebih jelas pola-pola yang beroperasi
dalam kelasnya atau dalam pengembangan kurikulum.
(b) Model-model
tidak hanya diterapkan dari situ; para pelaksana secara regular meramunya dari
pengalaman-pengalaman praktis mereka sendiri untuk memahaminya dalam
kategori-kategori informal, hierarki-hierarki, grafik-grafik, atau
bentuk-bentuk model lainnya.
d) Penggunaan
praktis teori kurikulum benar-benar menuntut kita untuk melakukan suatu
analisis terhadap situasi-situasi nyata. “Teorisasi” dalam teori kurikulum
terjadi pada setiap tingkat dan dalam setiap makna “teori”.
Teori kurikulum haruslah
menangani paling sedikit tiga bidang masalah, yaitu :
a. Praktik
pendidikan haruslah dijelaskan;
b. kriteria etis
yang yang diperlukan untuk meningkatkan; dan
c. isinya haruslah
dikonseptualisasikan.
Ada beberapa
masalah mengenai penjelasan praktik pendidikan :
a. Teori-teori dan
penjelasan-penjelasannya tidaklah sempurna;
b. Makna
istilah-istilah teoretis terbaca bagi pertanyaan;
c. Aspek lain dari
makna istilah-istilah teoretis menimbulkan berbagai isu yang berbeda-beda;
d. Para pakar
teori kurikulum haruslah menangani isu ketiga itu yang berkaitan dengan
penjelasan-penjelasan dan masalah-masalah maknanya.
Teori
kurikulum haruslah juga memberikan perhatian yang koheren terhadap isi
substentif. Harus disadari benar-benar bahwa sedikit sekali harapan bahwa teori
kurikulum akan dapat bersifat komprehensif pada semua bidang kurikuler. Oleh
karena itu, teori kurikulum janganlah dianggap sebagai suatu pernyataan tetapi
sebagai suatu pelacakan dan pencarian. Sang pelacak atau pencari akan bergerak
dari satu masalah, dari satu situasi masalah kepada situasi masalah lainnya. Teori kurikulum
dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi dimensional yang
merupakan sekelompok keputusan tentang tujuan, struktur, pelaksanaa, dan
evaluasi kurikulum maupun sistem persekolahan. Dalam pembicaraan ini akan
dibahas empat bagian pokok yaitu
:
1.
Konsep
Teori kurikulum
pada dasarnya bukannya hal yang stabil keberadaannya, namun selalu berkembang
mengikuti arus dua arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun
demikian teori kurikulum akan dapat berguna dan memberikan arti penting dalam
praktisi, yaitu mereka yang mengelola sistem pendidikan. Teori kurikulum
merupakan bidang yang menyelidiki pembatasan daerah operasi kurikulum.
2.
Fungsi Teori Kurikulum
Teori kurikulum memiliki fungsi yang sangat penting
dalam kaitannya dengan penyusunan, pengembangan, pembinaan dan evaluasi
kurikulum pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Dalam kaitannya fungsi
kurikulum meliputi :
a. Sebagai pedoman
dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif secara rinci dalam
perencanaan kurikulum.
b. Sebagai
landasan sistematis dalam pengambilan keputusan, memilih, menyusun dan membuat
urutan isi kurikulum.
c. Sebagai pedoman
atau dasar bagi evaluasi formatif dan kurikulum yang sedang berjalan.
d. Membantu orang
(yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk mengidentifikasi kesenjangan
pengetahuannya sehingga merangsang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.
3.
Klasifikasi Teori Kurikulum
Berdasarkan hal tersebut maka teori kurikulum dapat
diklasifikasikan menurut sudut pandang para ahlinya. klarifikasi teori
kurikulum terdiri atas (1) soft
curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada filsafat, agama dan seni,
dan (2) hard curriculum, yaitu
kurikulum yang mendasarkan pada pendekatan rasional dan lapangan. Sedangkan
menurut Pinar teori kurikulum dapat
diklasifikasikan atas teori tradisionalis, konseptualis-empiris, dan
rekonseptualis.
4. Corre Curriculum
Core
curriculum menunjuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan
mengatur (scheduling) bagian utama
dari program pendidikan umum disekolah.
Sedangakan
Faunce dan Bossing,1951 dalam Subandijah, 1992:14) mendefinisikan bahwa istilah
core curriculum menunjuk pada
pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik, sebab pengalaman
belajar didapat dari (1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun
secara umun, dan (2) kebutuhan secara sosial maupun sebagai warga negara
masyarakat demokratis.
tipe
(jenis) core program, yaitu
a. Core program terdiri atas
sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dapat diajarkan secara bebas tanpa
sistematika untuk mempertunjukan hubungan masing-masing pelajaran itu.
b. Core program terdiri atas sejumlah pelajaran yang
dihubungkan satu dengan yang lainnya.
c. Core program terdiri atas masalah yang luas, unit kerja,
atau tema yang disatukan, yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara
efektif tentang isi pelajaran tertentu, misalnya matematika, ilmu pengetahuan
alam, dan ilmu pengetahuan sosial.
d. Core program merupakan mata
pelajaran yang dilebur dan disatukan.
e. Core program merupakan
masalah luas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosial, masalah minat anak
(peserta didik).
f. Core program merupakan unit
kerja yang direncanakan oleh siswa (peserta didik) dsn guru untuk memenuhi
kebutuhan kelompok.
Disiplin
akademik (mata pelajaran) tradisional ini tidak memungkinkan menerima secara
teoritis terhadap nilai yang bersifat edukasional. Broudy, Smith dan Burnett
mengklasifikasikan isi kurikulum kedalam lima kelompok, yang selanjutnya
diuraikan Jenkins sebagai berikut
a. Bentuk
pengetahuan yang digunakan sebagai alat berpikir simbolik, komunikasi belajar.
b. Bentuk
pengetahuan yang berupa fakta dasar yang sistematis dan hubungan antara fakta
tersebut.
c. Bentuk
pengetahuan yang merupakan informasi yang terorganisasi sepanjang perkembangan
budaya.
d. Bentuk
pengetahuan yang menggambarkan masalah masa depan dan mencoba mengatur
aktivitas yang sesuai dengan aturan sosial (masyarakat).
Sifat
integratif dan disiplin inspirasional yang menciptakan sintesa skema nilai
dalam bentuk ilmu filsafat, teologi dan kerja seni (Broudy, Smith dan Burnett
1964 dalam Subandijah 1992:17).
D.
Tujuan Kurikulum
Tujuan
adalah komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama dalam menyusun
kurikulum karena tujuan akan mengarah penyusunan komponen-komponen kurikulum
lainnya. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa banyak para guru atau penyusun
kurikulum yang kurang menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan.
Agar dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan
kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan pendidikan.
Hirarki tujuan pendidikan yang kita kenal, di Indonesia yaitu sebagai berikut.
1) Tujuan Umum
Pendidikan Nasional. Tujuan umum
pendidikan nasional adalah tujuan yang mengandung rumusan kualifikasi umum yang
diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia setelah
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
2) Tujuan Institusional, pengkhususan
dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan diperoleh anak-anak
setelah menyelesaikan studinya dalam suatu institusi atau lembaga pendidikan
tertentu.
3) Tujuan
Kurikuler (bidang studi). adalah tujuan
yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi tertentu, misalnya dalam IPA,
Bahasa Indonesia, dan lain-lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler
dalam bidang studi atau mata pelajaran tersebut, mereka diharapkan memiliki
kualitas tertentu.
4) Tujuan
Instruksional. Tujuan ini
merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam diri
murid bila ia telah menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu.
Menurut Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya
tiga macam bidang (domains) dari
tingkah laku manusia, yaitu aspek cognitive
(pengenalan, pengetahuan), affective (perasaan,
penghayatan-nilai, sikap) dan psychomotor
(keterampilan).
Selanjutnya pada masing-masing domains masih
didiferensiasi menurut intensitasnya. Kedua, sebagai sumber yang membantu
perumusan tujuan adalah psikologi belajar atau khususnya teori-teori belajar.
Teori-teori belajar yang kita kenal, misalnya:
a.
Teori stimulus dari respons.
Teori stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR
Bond Teori atau keneksionisme. Yang dimaksud dengan stimulus adalah perangsang
atau situasi di luar individu atau organisme. Sedangkan repons ialah reaksi
sebagai akibat dari stimulus. S-R menunjukan hubungan antara Stimulus dan
Respon,
b. Teori
Gestalt
Berlawanan dengan teori assosiasi, teori ini
berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya.
Mengubah bagian akan mengubah keseluruhannya. Dalam belajar, keseluruhan situasi
belajar itu penting. Belajar adalah interaksi yang kontinu antara organisme
atau individu dengan lingkungannya. Tujuan kurikulum berdasrkan teori gestalt,
misalnya ialah: agar anak dapat memahami suatu konsep, agar anak dapat
menganalisa suatu problem, dan sebagainya.
Beberapa realitas kehidupan jiwa maka, misalnya ialah:
Anak adalah individu yang terus menerus tumbuh dan
berkembang menuju kesempurnaan atau kematangan. Proses perkembangan anak
tersebut bersifat kontinu namun cara teoritis proses perkembangan tersebut
dapat dibagi-bagi jadi beberapa fase perkembangan. Pada tiap-tiap fase
perkembangan terdapat sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat
yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat pada fase lainnya. Namun perlu
diingat, bahwa batas antara fase-fase perkembangan tersebut tidak tegas.
Perkembangan tetap merupakan proses kontinu. Proses tersebut berlanjut pada
individu yang merupakan sifat-sifat atau kemampuan pembawaan (kodrat) dan
faktor lingkungan, khususnya lingkunagn pendidikan.
E.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Kurikulum disusun untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan
peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan
nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai
dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Untuk lebih jelasnya,
di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut
1. Landasan filisofis
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada
aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Aliran
filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat
ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih
menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan Psikologis
Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan
dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam
psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
a. Motif; sesuatu
yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu
karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c. Konsep diri;
yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan;
yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
e. Keterampilan;
yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
3. Landasan
Sosial-Budaya
Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial
budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik
atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar
masyarakat. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa
melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam
peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
4. Landasan Ilmu
Pengetahuan dan Tekhnologi
Seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti
kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau
kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap
pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik
dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam
alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.
Kegiatan
pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan
alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan,
apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih,
menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari
para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan
sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk
dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
F. Komponen-Komponen Kurikulum
F. Komponen-Komponen Kurikulum
1) Komponen Tujuan. Tujuan
pendidikan memiliki klasifikasi berjenjang : Tujuan pendidikan nasional,
tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Menurut
Bloom, ada tujuan afektif, kognitif dan psikomotor.
2) Komponen Isi / Materi Pelajaran Isi
kurikulum berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki
mahasiswa. Isi kurikulum menyangkut aspek pengetahuan atau materi
pelajaran, maupun kegiatan mahasiswa.
3) Komponen Metode / Strategi Komponen
ini berhubungan dengan implementasi kurikulum dan cara penyampaian
materi. Mengingat kemampuan mahasiswa yang beragam, dosen dituntut dapat
menyampaikan materi dengan metode yang berfariasi
4) Komponen Evaluasi.Melalui evaluasi dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum, apakah suatu kurikulum dapat
dipertahankan atau tidak. Dengan evaluasi dapat ditentukan pula apakah
tujuan yang direncanakan sudah tercapai atau belum.
G. Latar Belakang dan Persoalan dalam
Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan
kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (Curriculum
development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement), perencanaan
kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum
implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
1. Pengembangan
kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang mirip tetapi tidak
sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di
dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada
perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan
pengembangan kurikulum, walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai
hasil dari pengembangan.
2. Perencanaan
kurikulum adalah fase pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada saat
pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana yang
akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir
atau fase disain.
3. Penerapan
kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke dalam tindakan. Pada saat tahap
perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan pola tertentu organisasi kurikulum
atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan
kurikulum. Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, misalnya penggunaan
tim pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibuat operasional.
4. Evaluasi kurikulum
merupakan fase terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases
dan keberhasilan pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih
rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum.
Menurut Zahara Ideris (1982) yang
dikutip oleh Subandijah (1993 : 77 ) mengemukakan masalah-masalah yang menuntut
adanya inovasi pendidikan dan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
menghasilkan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi,
politil, pendidikan dan kebudayaan.
2. Laju eksplosi penduduk yang cukup
pesat, yang menyebabkan daya tampung ruang dan fasilitas pendidikan sangat
tidak seimbang.
3. Mutu pendidikan yang dirasakan semakin
menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Kurang adanya relevansi antara program
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun
5. Belum berkembangnya alat organisasi
yang efektif serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk
mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang
akan datang
#PENGEMBANGAN KURIKULUM
0 Response to "PENGEMBANGAN KURIKULUM"
Post a Comment