Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit

Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit
Tentu saja selalu sampai di telinga tentang rumput tetangga lebih hijau dibandingkan dengan rumput di halaman sendiri. Kenapa rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau? Karena kita hobi membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan kita. Perumpamaan ini mungkin tidak bermaksud meng-general-kan, akan tetapi jika kita berusaha memandangnya dari sudut pandang yang lain, bahwa seorang tetangga bisa saja menjadi madrasah kehidupan kita secara lebih nyata untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, maka biarkanlah rumput tetangga selalu menjadi hijau, dan biarkanlah rumput di halaman sendiri selalu kecipratan hijaunya. 

Sebagai seorang guru pada sebuah sekolah PAUD yang populer dengan biaya pendaftaran dan kegiatan sekolah yang terbilang mahal, saya selalu berusaha keras menyelami pemikiran orang-orang yang terlihat biasa-biasa saja yang kemudian mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak yang tidak mampu. Entah bagaimana mereka mengatur jalannya suatu program kegiatan dengan sokongan dana yang begitu terbatas, dan sekeras apa usaha mereka untuk tetap membuat sekolah itu hidup dalam artian sebenarnya, yang kenyataannya di sekolah tempat saya bekerja dengan anggaran dana yang terjamin masih harus memutar otak untuk mengelola keuangan agar mencakup semua program kegiatan. 
Abdullah Adrianto sedang mengajar siswa-siswi komunitas "ponceng pintar"
Adalah Andrianto, tetangga daerahku yang akan kuceritakan kali ini.Pemuda 26 tahun yang membuat dunia anak-anak di daerah Ponceng menjadi hidup dan berwarna—dari sudut pandangku. Hidup dalam artian bahwa mereka (red:anak-anak) punya tempat yang mengakui penempatan usia mereka sebagaimana layaknya. Berwarna, karena mereka disuguhkan dengan beragam informasi dunia di luar sana. Katakanlah, jika Laskar Pelangi memiliki kehangatan Pak Balia, My Teacher’s Diary memiliki kerendahhatian Guru Song, Little Big Master memiliki sikap pantang menyerah Guru Hung, Taare Zameen Par memiliki kebijaksanaan guru Ram Shankar Nikumbh, maka tidak berlebihan jika Ponceng Pintar memiliki semangat berkobarnya kak Andri, begitu dia akrab disapa.  

Pendidikan memang tak bisa dilepaskan dari peradaban manusia. Pun orang-orang yang turut andil di dalamnya adalah pemegang kunci peradaban yang sepatutnya harus selalu diapresiasi. Dan ketika saya mengambil figur inspiratif dari tokoh pendidikan, lebih karena saya adalah seorang pendidik yang masih labil, dan selalu membutuhkan contoh nyata untuk bisa lebih mendidik, menjadi gurunya manusia bukan gurunya para robot. Pun ketika saya mengangkat tentang Ponceng Pintar, itu karena nyata di lingkungan saya, dan dekat dengan kehidupan saya sehari-hari. 

Sekilas tentang Ponceng—daerah yang terletak di kelurahan Manurunge, kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan—pada masa dulu adalah sebuah tempat bersarangnya para bandit ala Yakuza—meskipun tidak sampai se-terorganisir seperti itu. Ketika disebut ‘orang Ponceng’ maka masyarakat di sekitar akan bergidik membayangkan betapa beringasnya mereka dalam menyelesaikan suatu perkara. Tentu saja hari ini, Ponceng sudah jauh dari hingar bingar seperti itu. Begitu pun image Ponceng yang pernah tertanam negatif di masyarakat berubah menjadi positif seiring mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik. Pun hadirnya Ponceng Pintar menjadi bentuk bagaimana sebuah hukum kehidupan bekerja bahwa hidup tidak pernah benar-benar mengekalkan suatu peristiwa.
Nonton bareng film laskar pelangi bersama komunitas "ponceng pintar dan wakil ketua DPRD Kab. Bone
Kak Andri dan Ponceng Pintar adalah hubungan yang tak berkesudahan. Dia mencintai daerahnya, mencintai pendidikan dan mencintai anak-anak. Maka ihwal apalagi yang menghalangi impiannya untuk  mewujudkan komunitas anak-anak itu selepas mengikuti SM3T beberapa waktu lalu.Dia mendirikan Ponceng Pintar pada 10 September 2015, tepat setahun yang lalu. Sebenarnya dia bisa saja memilih alternatif paling populer sebagaimana orang-orang Bugis lainnya, merantau, tapi panggilan hati untuk daerahnya selalu menuntut pertanggungjawaban. 
 
Suasana nonton bareng film laskar pelangi

Maka ketika berkunjung ke sana setiap hari Jumat sampai ahad, tepatnya pada waktu sore maka akan ditemukan riuh anak-anak di lapangan Ponceng—tempat mereka selalu berkumpul—mengenyam ilmu dengan beratapkan langit. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak yang putus sekolah, juga anak-anak usia dini dan beberapa siswa SMP yang pada awal-awal sering bergabung. Bersama teman-temannya, program kegiatan diramu semenarik mungkin mulai dari kunjungan perpustakaan keliling setiap ahad sore, Polwan mengaji, nonton bareng, dan yang rencana akan dikembangkannya adalah pelatihan menulis untuk anak-anak. Seperti halnya anak-anak daerah, mendapatkan suguhan seperti itu ibarat surga yang jatuh ke bumi.
Suasana belajar komunitas "ponceng pintar" yang lagi diajar oleh Ibu Polwan dari polsek Bone
Namun kak Andri juga manusia biasa, pun Ponceng Pintar adalah komunitas yang juga tak lepas dari pasang surutnya berbagai perihal. Ketika membandingkan Ponceng Pintar yang sekarang dengan masa awal-awal terbentuknya barangkali jelas akan ditemukan gambaran yang tidak begitu sehat. Baik dari jumlah siswanya yang tak segemuk dulu, dan program kegiatan yang tak begitu mekar. Tapi dia tetap menumbuhkan impiannya, impian anak-anak itu untuk selalu menempatkan pendidikan sebagai pintu penyaring sebelum masuknya segala hal dalam kepala. Sederhana saja, ketika dua pilihan baik dan buruk terpampang dihadapan mata, maka anak-anak yang polos itu bisa mengambil keputusan untuk menentukan pilihan dengan mengetahui akibat dari apa yang telah dipilihnya.  Baginya, pendidikan itu adalah mengeluarkan aroma, tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri akan tetapi juga dirasakan oleh orang lain. 

Saya teringat dengan sebuah sekolah Taman Kanak-kanak di Reggio Emilia, Italia pada sebuah buku yang pernah saya baca mengusung slogan ‘Niente Senza Gioia “  yang artinya Tiada Hari Tanpa Kegembiraan. Maka, ketika slogan itu disematkan pada Ponceng Pintar maka saya anggap hal itu tidaklah berlebihan. Ketika anak-anak di sana masih bisa tertawa lepas tanpa benar-benar tahu kenapa tempat bermainnya tak lagi seramai dulu kala, maka disitulah kegembiraan sejati bermuara. Kak Andri, seperti impiannya, akan kembali menumbuhkan Ponceng Pintar dan merawatnya seperti anak sendiri. 

Setahun Ponceng Pintar, tetaplah bertahan dan hebat, bukan tentang pengakuan biar mendapatkan pencitraan dari khalayak ramai. Sebagaimana Restoran ala Pakistan Der Wiener Deewan yang diceritakan Hanum Salsabiela Rais dalam bukunya 99 Cahaya di Langit Eropa bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungguhnya adalah kedermawanan, maka dari itu kenapa kemudian restoran tersebut mempunyai slogan ‘All You Can Eat. Pay As You Wish’. Seperti pemahaman kak Andri, apa yang lebih berfungsi dari seorang manusia selain mendermakan ilmu. Dia menjawab dari matanya bahwa Ponceng Pintar adalah bentuk pencapaian untuk mengalirkan apa-apa saja yang telah dia dapat. Seperti perbedaan air mengalir dan air yang tergenang, maka Ponceng Pintar adalah bagian air mengalir dari seorang kak Andri. Jelas saja, banyak Andri-Andri lain di luar sana, dengan Ponceng Pintar-Ponceng Pintar yang tak kalah hebatnya, tapi tetap saja rumput tetangga terdekat kita selalu jauh lebih hijau dari rumput di halaman sendiri maupun di halaman tetangga terjauh. Maka tetaplah selalu hijau, karena hijau menyegarkan pandangan, juga hijau menentramkan hati.
Penikmat teh hangat, buku, hujan, becak dan anak-anak
Penulis : Rani Ar Rayyan*

0 Response to "Tokoh Inspiratif : Alumni SM3T Mendirikan Komunitas "Ponceng Pintar" di Kampung Bandit"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close