EQ VERSUS IQ




Para ilmuwan sosial berdebat tentang apa sebenarnya yang membentuk IQ seseorang mereka mengungkapkan bahwa IQ dapat diukur dengan menggunakan uji-uji kecerdasan standar, misalnya wechler intellingence scales, yang mengukur baik kemampuan yang verbal maupun nonverbal, termasuk ingatan perbedaraan kata, wawasan, pemecahan maslah, abstraksi logika, persepsi, pengolahan informasi, dan keterampilan motorik visual. “ Faktor inteligensasia umum” yang diturunkan dari skala ini yang disebut IQ dianggap sangat stabil sesudah anak berusia enam tahun dan biasanya berkorelasi dengan uji-uji bakat seperti ujian masuk perguruan tinggi.
Makna EQ agak membingungkan. Salovey dan mayer mula-mula mendefinisikan kecerdasan sosial yang melibatkan kemapuan memantau perasaan dan emosi kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilih-milih semuanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan. Mereka keberatan isitlah EQ dipakai sebagai sinonim kecerdasan emosional, karena khawatir akan menysatkan sehingga dapat memunculkan anggapan  bahwaada pengujian yang akurat unyuk mengukur EQ atau ini dapat diukur. Namun kenyataan  meskipun EQ mungkin tidak pernah bisa diukur, tetapi masih mengandung konsep yang bermakna. Walaupun kita tidak dapat begitu saja mengukur bakat atau sifat-sifat khas seseorang misalnya keramahan, percaya diri atau sikap hormat pada orang lain dan dapat mengenali sifat pada anak-anak dan sepakat bahwa sifat-sifat tersebut mempunyai nilai penting. Kepopuleran dan besarnya perhatian media akan buku goleman membuktikan kenyataan bahwa orang secara intuitif memahami  makna dan penting kecerdasan emosional, dan mengenal  EQ sebagai sinomim konsep ini, sebagaimana mereka mengenal IQ sebagai sinonim kecerdasan kognitif.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Idealnya, seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial dan emosional, sebagaimana ditunjukkan oleh negarawan besar dunia, menurut pakar ilmu politik di duke university, james David berber, thomas jefferson memiliki perpaduan antara kepribadian dalam intelektualitas yang nyaris sempurna. Ia dikenal sebagai komunikator yang hebat dan penuh empati, selain sebagai seorang jenius sejati, pada tokoh besar lain, Eq yang tinggi tampaknya sudah cukup, banyak orang berpendapat bahwa kepribadian franklin Delano roosevelt yang dinamis dan optimisme yang luar biasa merupakan faktor paling penting dalam memimpin amerika mengatasi masa-masa kritis zaman depresi dan perang Dunia II. Namun, oliver wendell holmes menggambarkan Roosevelt sebagai orang yang memiliki kecerdasan kelas dua, tetapi kematangan emosi kelas satu. Hal yang sama juga ditunjukan untuk john F. Kennedy, yang menurut para sejarawan, lebih banyak memimpin amerika dengan hatinya ketimbang dengan kepalanya.
TAG : IQ,EQ

0 Response to "EQ VERSUS IQ"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close